Pergeseran Putusan MA Tak Sesuai Sumber Hukum

Pergeseran Putusan MA Tak Sesuai Sumber Hukum

Reporter: Amalia Larasati Oetomo

Gedung SPs, BERITA UIN Online – Dinamika putusan Mahkamah Agung (MA) dalam bidang perkawinan memperlihatkan pergeseran signifikan yang tak sesuai sumber hukum. Putusan hukum yang mengalami pergeseran dari sumber hukum tersebut tampak membentuk kaidah hukum baru.

Demikian dikemukakan promovendus Edi Riadi ketika mempertahankan disertasi doktoralnya  di depan tim penguji yang terdiri dari Prof Dr Suwito, Prof Dr Huzaimah T. Yanggo, Prof Dr Ramli Hutabarat, Prof Dr Masykuri Abdillah, Prof Dr M. Atho Mudzhar, dan Prof Dr Abdul Gani Abdullah pada sidang Promosi Doktor ke-829 di Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPs), Selasa (14/3).

Dalam disertasinya yang berjudul Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Bidang Perdata Islam (Studi Tentang Pergeseran Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam Tahun 1991-2007), Edi Riadi menjabarkan bahwa kesimpulan tersebut mengafirmasi teori hukum responsif Philippe Nonet dan Philip Selzink, serta teori hukum progresif Satjipto Rahardjo. Selain itu, Edi Riadi menemukan bahwa pergeseran dalam substansi hukum dan sumber hukum tidak menjadi elemen responsif terhadap isu keadilan.

Menurut Edi Riadi, dinamika pergeseran dalam aspek sumber hukum, putusan MA dalam bidang perkawinan memperlihatkan pergeseran yang sangat signifikan. Dari 34 kaidah hukum bidang perkawinan, terdapat 22 (64,70%) kaidah hukum mengalami pergeseran. Berbeda dengan perkawinan, putusan MA dalam bidang kewarisan tidak menunjukkan pergeseran yang signifikan, hanya lima kaidah hukum dari 22 kaidah hukum yang mengalami pergeseran sumber hukum.

“Baik putusan yang mengalami pergeseran maupun yang tidak, pada umumnya tidak didasari pada penafsiran kontekstual sehingga cenderung kurang responsif terhadap isu keadilan,” jelasnya.

Di samping itu, lanjut dia, ditemukan inkonsistensi kaidah hukum dalam bidang perkawinan dan kewarisan yang saling bertentangan, serta inkonsistensi putusan dalam merespon isu keadilan. Inkonsistensi tersebut muncul akibat perbedaan dalam menafsirkan ikatan teks al-Qur’an dan Hadis, sehingga sering kali penafsiran bergeser karena penggunaan kaidah ushul fiqih yang terkesan hanya justifikasi, bukan proses berijtihad.

Hasil penelitian hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Agama Jakarta ini mengacu pada studi kepustakaan yang bersumber dari putusan MA dalam bidang hukum perkawinan dan kewarisan Islam dari tahun 1991-2007, serta kitab-kitab fiqih dari berbagai mazhab, peraturan perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), komentar dan analisis terhadap yurisprudensi MA, serta hasil wawancara dengan beberapa hakim agung dan mantan hakim agung yang pernah memutus perkara hukum perkawinan dan kewarisan Islam.

Pada sidang yang dipimpin Direktur SPs UIN Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra, Edi Riadi berhasil memperoleh IP Yudisium 3,65 atau kumlaude. Selain menjabat sebagai hakim tinggi, ia juga berperan aktif dalam dunia peradilan maupun pendidikan.

Â