Pemerintah dan Media: Stop Hoax Butuh Sikap Bijak

Pemerintah dan Media: Stop Hoax Butuh Sikap Bijak

Auditorium Utama, Berita UIN Online— Pemerintah meminta sivitas UIN Jakarta turut meminimalisir penyebaran berita hoax yang massif dengan bersikap bijak dalam mengakses berita di berbagai media sosial. Di sisi lain, sebaran berita hoax tidak hanya didominasi media sosial, media mainstream juga diduga turut terjebak dalam berita-berita tersebut.

Demikian simpulan seminar ‘Hoax di Media Massa dan Media Sosial: Pergulatan antara Fitnah dan Tanggung Jawab Sosial’ di Auditorium Utama, Selasa (7/3/2017). Seminar dinarasumberi Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemen Kominfo Rosarita Niken Widyastuti, Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi, dan Pakar Teknologi Informasi dan Media Sosial Nukman Luthfie.

Menurut Niken, sebaran hoax makin massif akhir-akhir ini. Dengan tampilan dan redaksi meyakinkan, hoax memuat content yang mendorong ekstrimisme dan berbagai bentuk kekerasan. Sementara sumbernya sendiri tidak jelas. “Sebarannya cukup massif,” katanya.

Sebaran hoax makin massif, jelasnya, mengingat penggunaan media sosial yang cukup luas melalui seluler pintar (smartphone). Di saat yang sama, pola keseharian masyarakat juga amat dekat dengan smartphone. Kemajuan ini tidak cukup diimbangi sikap bijak mereka dalam memilih sumber-sumber pemberitaan.

Imam menambahkan, penyebaran hoax makin massif karena jalurnya tidak hanya media sosial, melainkan juga media massa mainstream. “Mayoritas jalurnya melalui media sosial, tapi media mainstream juga berperan,” katanya.

Mengutip sebuah survey, Imam menjelaskan, media cetak menyumbang sebaran hoax setara 5%. Pada saat yang sama, media televisi menyumbang sebaran hoax setara 8.7%. “Media mainstream yang diharapkan menyediakan sumber pemberitaan yang valid dan akurat, ternyata juga tidak bisa lepas dari pengaruh sebaran hoax,” katanya.

Dugaan Imam, masuknya sebaran hoax melalui media mainstream tidak lepas dari kecerobohan insan di dalamnya. Kecerobohan demikian muncul karena pengabaian pada prinsip dan etika jurnalistik yang menekankan akurasi dan keberimbangan pemberitaan.

Baik Niken maupun Imam sepakat perlunya sikap bijak masyarakat. Pemerintah sendiri, jelas Niken, telah berusaha keras dengan menutup situs-situs yang diduga kuat melakukan sebaran pornografi, kekerasan, dan kebencian. “Sepanjang 2016, 800 ribu situs penebar kebencian dan pornografi telah kami hapus,” katanya.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenkominfo meluncurkan situs pelaporan hoax melalui aduancontent.kominfo.go.id. Situs ini bekerja seperti halnya situs pelaporan hoax yang diinisiasi publik turnbackhoax. “Kami mohon kerjasama para pihak aktif melaporkan hoax pada situs ini,” katanya. (yuni nurkamaliah/risa dr/zm)