Menimbang Pelatihan Kartu Prakerja

Menimbang Pelatihan Kartu Prakerja

Pendaftaran Kartu Prakerja gelombang IV dibuka Sabtu, 8 Agustus 2020. Diharapkan 500 ribu orang lolos. Meski menuai pro dan kontra, khususnya soal pelatihan, pemerintah bergeming. Sebelumnya, Belva Devara mundur dari Staf Khusus Presiden karena tidak ingin berpolemik dengan Ruangguru karena terlibat dalam program Kartu Prakerja (15/4/2020). Sejumlah lembaga dan perusahaan ditunjuk pemerintah untuk melakukan pelatihan bagi penerima Kartu Prakerja. Peningkatan kompetensi SDM penting bagi yang belum bahkan sudah bekerja.

Tidak mudah mencari pekerjaan di tengah situasi Pandemi Covid-19 yang berpengaruh signifikan pada dunia usaha. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi SDM dan mengurangi beban masyarakat yang terdampak Covid-19, yaitu dengan meluncurkan Program Kartu Prakerja yang dianggarkan sebesar 20 Triliun dari yang semula 10 Triliun.

Hal ini karena antusiasme masyarakat yang mendaftar. Kuota batch pertama dari 164 ribu menjadi 200 ribu. Pendaftar mencapai 5.965.048 berasal dari Timur ke Barat, termasuk Aceh dan Papua Barat. Yang terbanyak Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI, dan Banten. Gelombang II sebanyak 288.154 orang lolos, dan  gelombang III sebanyak 224.000 orang lolos.

Kartu Prakerja bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan menekan angka pengangguran dan warga yang terdampak Covid-19, para pencari kerja, juga untuk para pekerja yang merupakan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan pekerja yang membutuhkan keterampilan tertentu.

Tahun 2020 ini angkatan kerja sebanyak 133 juta sementara Kartu Prakerja hanya sebanyak 5,6 juta. Masih jauh panggang dari api. Belum lagi ditambah jumlah orang yang mengalami PHK, dirumahkan, dan pekerja harian yang tidak lagi bisa bekerja terdampak pandemi corona. Inilah program digital pertama pemerintah yang patut diapresiasi.

Akan tetapi, alih-alih bisa meningkatkan kompetensi dan membantu masyarakat yang terdampak Covid-19, program ini malah menimbulkan banyak kontroversi mulai dari sistem perekrutan, materi pelatihan, biaya pelatihan, keterlibatan Staf Khusus Presiden dalam pengadaan layanan pelatihan daring, sampai dengan proses penerimaan kartu.

Menyikapi persoalan tersebut, pemerintah harus meninjau ulang beberapa hal terkait program Kartu Prakerja. Pertama, pemerintah harus menyaring data kriteria penerima kartu prakerja secara akurat, dengan bekerjasama dengan Kemendikbud, Kemensos, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pariwisata, Pemda, dan lainnya, agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan penerima Bantuan Sosial (Program Keluarga Harapan dan Bantuan Tunai Langsung), dan bantuan-bantuan lainnya dari pemerintah. Hal ini sebagaimana amanat UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak atas kehidupan yang layak dan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Kedua, menghentikan model pelatihan daring dan tunda kerjasama dengan platform digital. Pertimbangannya: pelatihan daring sulit diselenggarakan secara optimal mengingat tidak semua calon pekerja mahir memanfaatkan teknologi informasi; terbatasnya jaringan internet di daerah-daerah terpecil (akses digital belum merata); banyak yang tidak memiliki smartphone dan laptop; pelatihan kurang relevan dengan kebutuhan pasar; biaya pelatihan mahal padahal untuk beberapa materi yang sama sudah tersedia gratis di internet.

Konsep pelatihan prakerja ini merupakan konsep pada situasi normal bukan pada saat Pandemik Covid-19 ini. Gagasan ini lahir jauh sebelum pandemi. Bisa jadi awalnya pelatihan dilaksanakan secara luring. Dana pelatihan tahap pertama rencananya akan diterima Selasa (21/4/2020). Berarti pelatihan bisa dilmulai pada tanggal 20-an ke atas. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Penerima kartu bisa mengikuti pelatihan daring dengan baik. Artinya mereka kelompok yang melek teknologi dan memiliki smartphone atau laptop.

Mereka tidak bisa mengikuti pelatihan karena terkendala smartphone atau laptop. Di sinilah pemerintah perlu mempertimbangkan realokasi dana pelatihan sebesar satu juta itu. Bantuan yang paling tepat saat ini adalah model tunai berupa uang atau makanan pokok. Singkatnya, 3,55 juta sebaiknya semua diberikan secara tunai-bertahap dan/ atau biaya pelatihan diganti untuk sembako.

Dr Jejen Musfah MA, Ketua Prodi Magister Pendidikan Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: https://www.indonesiana.id/read/141900/menimbang-pelatihan-kartu-prakerja, 3 Agustus 2020. (mf)