Menhan: Kerahasiaan Negara Harus Ada Pengecualian

Menhan: Kerahasiaan Negara Harus Ada Pengecualian

Reporter: Hamzah Farihin

 

Auditorium Utama, UINJKT Online - Menteri Pertahanan (Menhan) Prof Dr Juwono Sudarsono menyatakan, dalam menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerahasiaan Negara diupayakan harus ada pengecualian, mana yang boleh dipublikasikan dan mana yang tidak.

 

“Misalnya penempatan pasukan dalam melaksanakan tugas, jumlah pasukan yang dikerahkan atau gelar operasi, hal ini sebenarnya publik tak harus sepenuhnya tahu, karena jika mengetahui akan menghambat jalannya kepentingan negara,” tutur Menhan saat seminar nasional dengan tema RUU Rahasia Negara Dilema Antara Pertahanan Negara dan Demokrasi yang digelar BEMJ Hubungan Internasional Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS) di Auditorium Utama, Jumat (12/6).

 

Dalam menjalankan kerahasiaan negara, departemen pertahanan tidak bisa bergerak sendirian untuk menjaga kerahasiaan negara karena tidak mungkin akan berjalan dengan efektif. Untuk itu, mesti ada hubungan dengan lembaga maupun instansi lain, misalnya dengan Lembaga Hukum dan HAM, Departemen Komunikasi dan Informasi, lembaga perekonomian, dan instansi lainnya.

 

“Kerahasiaan negara misalnya hubungan dengan TNI yang gunanya dalam menjalankan tugas seperti koordinasi di lapangan,” katanya.

 

Yang menjadi permasalahan kerahasiaan negara, lanjut dia, justru demokrasi yang membatasi untuk mendominasi keterbukaan. Sehingga dalam hal ini perlu adanya persemaian yang indah antara kerahasiaan negara dengan demokrasi untuk menjalankan pemerintahan yang aman dan terbuka.

 

Hal yang sama juga diungkapkan Rektor UIN Jakarta Prof Dr Komaruddin Hidayat. Ia menilai demokrasi dan pertahanan harus berjalan seimbang, karena hal ini yang menjadikan Indonesia akan maju.

 

“Saya sering mendengar, banyak orang mengaku kami warga NU, kami warga Muhamadiyah, padahal kita sudah terjalin dalam pemerintahan Indonesia untuk bersatu dalam menjalankan kepentingan negara bukan kepentingan kelompok,” ujarnya.

 

Eksperimentasi demokrasi di Indonesia membawa banyak manfaat, salah satunya menguatkan nasionalisme. Dalam soal Ambalat atau kasus penyiksaan TKI, kita bisa melihat efek positifnya. Yaitu bangkitnya semangat nasionalisme, buka propinsialisme yang akhirnya perpecahan dan peperangan.

 

Indonesia merupakan negara yang heterogen, akan tetapi masyarakatnya ramah, bersatu dan menjalin hubungan yang baik antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dalam memahami permasalahan pun Indonesia harus dibangun sisi keindonesiaan tersebut agar tetap terjalinnya komitmen yang baik. []