Komaruddin Hidayat: Individu Kuat, Akar Kehidupan Publik

Komaruddin Hidayat: Individu Kuat, Akar Kehidupan Publik

Auditorium Sps, BERITA UIN Online - Jika mau membangun Poros Islam Kebangsaan harus dimulai dari individu yang kuat, yang punya akar dalam kehidupan publik. Dalam konteks bernegara, sekalipun pilar agama militan, kalau pilar sains dan pranata sosial lemah, negara pasti lemah. Ekonomi lemah, kualitas pendidikan dan demokrasi sulit bersaing.

Pikiran di atas digulirkan Prof Dr Komaruddin Hidayat dalam Diskusi Publik bertajuk “Poros Islam Kebangsaan” yang digelar Pusat Kajian Media di Auditorium Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Kamis (22/3/2018). Selain Komaruddin Hidayat, diskusi juga menghadirkan Direktur Sekolah Pascasarjana, Prof Dr Masykuri Abdillah.

“Umat Islam punya saham politik yang besar dalam berdirinya republik ini. Yang paling banyak pahlawannya dan orang yang berjuang itu umat Islam. Logis jika umat Islam minta jatah yang banyak, contohnya jatah di Kementerian,” ujar Komar.

Lebih jauh Komar menambahkan, menghadapkan Islam dan kebangsaan perlu dipertimbangkan dalam waktu dan konteks kapan. Karena semua partai sadar bahwa tanpa dukungan Islam, mereka tidak akan menang. Karena umat Islam sangat besar jumlahnya.

“Dengan one man one vote, semua parpol ingin memperbanyak saham. Saham itu berupa jumlah pemilih. Semakin besar pemilih, semakin banyak kursi yang dimiliki di DPR. Semakin banyak kursi di DPR, semakin besar posisi bargaining dalam meminta jatah menteri ke presiden,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Hari ini, lanjut Komar, umat Islam diperebutkan oleh semua parpol. Maka jangan heran, kalau semua parpol masuk pesantren sebelum pilkada. Dan tidak kyai yg menolak parpol. Mereka menerima semua sumbangan. Mau pilih mana itu urusan belakang. Ada tiga cara, lanjut Komar, yang bisa dilakukan partai politik dalam mendulang suara. Tiga cara tersebut mengajak artis, mengajak tokoh agama atau kiai dan dana

Secara perspektif historis demografis, mayoritas penduduk Indonesia muslim. Jika poros politik Islam hari ini dibenturkan dengan poros incumbent, itu tidak benar karena incumbent juga beragama Islam. Menteri Agama, yang mengelola dana Rp6 triliun, tiga terbesar dari dana pemerintah, juga bertugas untuk mengembangkan agama Islam, termasuk UIN. (lrf/EAE)