Kepala Sekolah dan Efektivitas PJJ

Kepala Sekolah dan Efektivitas PJJ

Seorang guru mempersiapkan metode pembelajaran jarak jauh di SDN Depok Baru 4, Depok, Jawa Barat, Senin (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Pemerintah akhirnya memutuskan sekolah agar melanjutkan siswa belajar dari rumah. Sekitar 94 persen sekolah melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dan 6 persen boleh Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Hal ini dikarenakan status zona daerah terkait penyebaran virus covid-19.

Selain guru, Kepala Sekolah (KS) adalah faktor kunci efektivitas PJJ. Desain pembelajaran dan kinerja guru dipengaruhi oleh kepemimpinan dan kinerja KS. Semakin kompeten dan kreatif KS maka akan semakin efektif PJJ di era pandemi ini. Sebaliknya, kegagalan PJJ di sekolah tertentu merupakan cermin kelemahan kapasitas dan kepemimpinan KS.

Permendikbud Nomor 6 tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, pasal 15 menyebutkan, beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. KS tidak lagi wajib mengajar di kelas tetapi fokus pada manajerial dan supervisi guru.

Prapembelajaran

Tugas manajerial KS mencakup desain intrakurikluer, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Pada masa pandemi kuat dorongan agar pemerintah membuat pedoman Standar Pembelajaran Masa Pandemi (SPMP). Dalam Surat Keputusan Bersama 4 Menteri Tahun 2020 tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi, secara tersirat disebutkan prinsip SPMP, yaitu sesuai dengan kondisi siswa-guru, tidak fokus pada ketuntasan Kompetensi Dasar (KD), dan memprioritaskan penilaian kualitatif atau proses.

Ketiga prinsip ini sesungguhnya cukup menjadi bekal guru untuk mendesain PJJ yang efektif dan menyenangkan. Pada masa pandemi, KS dan guru merumuskan ulang metode, media, dan penilaian yang akan diterapkan. Beberapa sekolah menggunakan media aplikasi dan media sosial seperti zoom, webex, email, google class room, google meet, google form, whatsapp, youtube, facebook, dan instagram.

Keragaman pilihan aplikasi ini disesuaikan dengan kondisi siswa dan guru. Guru harus kreatif dalam memilih metode dan media seperti pesan Booker T. Washington, penulis dan penasihat beberapa Presiden Amerika, “keunggulan adalah melakukan hal yang umum dengan cara yang tidak biasa”.

Kegiatan kokurikuler seperti kunjungan ke museum atau kebun raya tidak disarankan karena alasan kesehatan, tetapi guru bisa meminta siswa membuat projek. Siswa bisa membuat mini riset terkait pandemi dari sudut yang beragam: sosiologis, sains, agama, dan budaya. Siswa menuliskan dan mempresentasikan hasil kerjanya.

Kegiatan ekstrakurikuler tidak boleh berhenti karena alasan pandemi. KS dan guru bisa meminta siswa melakukan kreativitas selama belajar dari rumah sesuai dengan hobi dan bakat mereka masing-masing. Misal, menulis dan mengaransemen lagu, mengikuti lomba menulis, lomba membuat poster, lomba menulis karya ilmiah, terkait pandemi atau virus covid-19, beternak ikan, atau berkebun.

KS juga memetakan kebutuhan kuota internet guru dan siswa. Selain dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), KS memikirkan sumber lain untuk pemenuhan kuota ini. Misalnya melakukan kerjasama dengan provider internet di wilayahnya masing-masing. KS aktif mencari informasi kuota gratis atau kuota diskon bagi pendidikan.

Di era pandemi saat ini dibutuhkan banyak inovasi Kepala Sekolah dalam Pembelajaran Jarak Jauh. Kelimpahan fasilitas belajar tidak akan berguna tanpa kreativitas Kepala Sekolah dan guru-guru sekolah. Steve Jobs pendiri Apple menulis, “yang membedakan seorang pemimpin dan pengikut adalah inovasi”.

Pascapembelajaran

Tugas KS selanjutnya adalah menyusun form pelaporan PJJ guru yang berisi tanggal, materi, metode, media, penilaian, jumlah siswa, dan kendala. PJJ dikumpulkan seminggu sekali sebagai bahan evaluasi kinerja guru. Supervisi akademik KS dilakukan berdasarkan data laporan PJJ.

KS bersama wakil KS membaca dan menganalisis laporan PJJ selama satu bulan. Hasilnya didiskusikan dengan para guru untuk menemukan solusi-solusi masalah dan kelemahan PJJ. Maka, PJJ bulan berikutnya lebih baik daripada PJJ bulan sebelumnya.

Selain jaringan internet, kendala PJJ pada awal Maret hingga Juni adalah etika guru-siswa. Misal, siswa belum mandi, siswa belum sisiran rambut, siswa mematikan video agar bisa tiduran, siswa berpakaian kurang pantas, dan keluarga guru hilir-mudik saat pembelajaran daring.

KS bisa melakukan pelatihan digital literasi atau metode dan media PJJ karena sebagian guru belum terbiasa dengan PJJ. Kegiatan ini dilakukan virtual atau tatap muka di hari Sabtu sehingga tidak mengganggu aktivitas pembelajaran. Bagi guru teladan, ia akan mencari dan belajar sendiri hal-hal terkait PJJ yang efektif melalui bacaan dan video di internet.

KS juga harus meminta guru menjalin komunikasi dengan orang tua. Tanpa keterlibatan orang tua PJJ atau belajar dari rumah tidak akan efektif karena tidak semua siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, tetapi sedang dan lemah. Bagi siswa yang kuat, orang tua tidak perlu keras mengingatkannya. Akan tetapi siswa yang lemah motivasi belajarnya, dibutuhkan keterlibatan dan kepedulian orang tua. Meskipun disadari, orang tua juga harus bekerja di satu sisi, dan harus mendampingi anak belajar anak di sisi yang lain.

Akhirnya, harus diakui bahwa mengajar di era pandemi lebih berat daripada di masa normal. Tidak hanya bagi guru tetapi bagi orang tua. PJJ di mayoritas sekolah belum optimal. Karena itu, dibutuhkan kepala sekolah yang mampu menjalankan perannya di atas dengan baik dan komitmen yang tinggi. Kunci keberhasilan PJJ terletak pada perencanaan pembelajaran yang baik dan matang. Kecuali itu, pelibatan dan peran orang tua di rumah dalam mendampingi dan memotivasi belajar anak.

Dr Jejen Musfah MA, Ketua Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: https://kumparan.com/jejen-musfah-ii/kepala-sekolah-dan-efektivitas-pjj-1tve1kXhm5s/full?fbclid=IwAR1wURQT1dqrulzVBte1-BBJBEOlLZRamalwMCbzJPTMnBFBiEn92Z2Q0H0. Senin, 3 Agustus 2020. (mf)