Kasus Sidoarjo dan Fenomena Skisme dalam Islam

Kasus Sidoarjo dan Fenomena Skisme dalam Islam

Sidoarjo, BERITA UIN Online – Tablig akbar yang menghadirkan Khalid Basalamah di Masjid Shalahuddin, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (4/3/2017) dibubarkan massa dari Gerakan Pemuda Ansor.

Pembubaran itu, karena materi tablig akbar yang kerap dibawakan Khalid dianggap bernada provokasi dan ujaran kebencian (hate speech). Alasan ini diuar Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Sidoarjo, Rizza Ali Faizin yang disiarkan laman nu.or.id, yang menilai ceramah Khalid Basalamah menjelek-jelekkan aliran tertentu. Aliran tertentu dalam konteks ini, aliran yang selama ini dibawa ormas Islam terbesar di Indonesia, NU.

Rizza menilai, GP Ansor tidak mempermasalahkan kegiatan tersebut. Namun, materi mengkafirkan orang tanpa klairifikasi diakui sangat disesalkan.

"Yang kami sayangkan adalah penyampaian dan materinya itu cenderung mendiskreditkan aliran tertentu."

Benarkah Khalid Basalamah sering mendiskreditkan aliran tertentu? Tentu saja, pembaca bisa melihat realitas yang tersebar di berbagai laman perihal materi dakwah Khalid Basalamah.

Kekerasan kata-kata

Jika menilik pada pernyataan Rizza, apa yang dilakukan Khalid Basalamah dalam menguar isu-isu Islam dalam materi dakwahnya, sering melakukan kekerasn kata-kata terhadap kelompok lain. Dalam hal ini, kelompok NU. Kekerasan fisik itu bisa disembuhkan. Tapi kekerasan kata-kata itu, susah disembuhkan. Kekerasan kata-kata itu seperti abaka.

Abaka itu tumbuhan yang seratnya dibuat tali belati. Ia bisa menusuk ke ulu hati. Begitulah kekerasan kata-kata. Ia harus diabdas. Abdas itu membersihkan diri ketika hendak salat dengan berwudu atau bertayamum. Perlunya diabdas itu karena faktor aberasi

Aberasi itu penyimpangan dari yang normal. Kekerasan kata-kata itu masuk dalam konteks aberasi. Kekerasan kata-kata itu seperti bacah jiwa. Bacah itu merajang, mencincang. Jadi aberasi kata yang digulirkan seseorang melalui kekerasan kata-kata, itu merajang jiwa

Betapa kayanya kata Bahasa Indonesia. Sayang sekali kita enggan masuk dalam hutan belantara bahasa. Padahal banyak borci di hutan kata. Kata-kata itu seperti angkring, pikulan. Ia juga bisa seperti angkup, penjepit. Ia bisa menjepit dan melipat jiwa seseorang sepanjang usia.

Jadi ketika jadi seorang pemimpin, seorang dai, jangan membangun kekerasan kata-kata. Jangan membangun luka lama di atas luka baru. Kalau seseorang melakukan kekerasan kata-kata hanya sekali, mungkin dia khilaf. Tapi kalau terus menerus, itu sudah seperti apak. Apak itu berbau tak sedap karena sudah terlalu lama disimpan.

Skisme dalam Islam

Apa yang terjadi pada Khalid Basalamah bisa juga masuk dalam kategori skisme dalam Islam? Skisme di tubuh umat Islam ini, bisa mengurangi karakter Islam sebagai agama yang 'ruhama baynahum'. Skisme dalam Kristen dan skisme dalam Islam, memang banyak disandarkan pada kepentingan politik ketimbang cekcok soal akidah.

Jalaluddin Rakhmat pernah memaparkan perihal skisme. Bagi Kang Jalal, sapaan akrabnya, ada beberapa kali terjadi skisme politik besar dalam sejarah Islam: pemberontakan 'Aisyah terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib, pertentangan khalifah antara Mu'awiyah dan Ali bin Abi Thalib setelah perjanjian Shiffin, perlawanan Husayn bin Ali terhadap Yazid, atau penobatan Abdullah bin Zubair (681-692) sebagai Khalifah bersamaan dengan masa Khalifah Yazid, atau penobatan Syarif al-Husain sebagai Khalifah tandingan khalifah Utsmaniyah, yang baru saja dihapuskan tiga hari sebelumnya.

“Di antara semua skisme tersebut, skisme yang tetap berpengaruh sampai sekarang adalah   skisme-skisme   yang   melahirkan polarisasi Sunnah - Syi'ah (yaitu tiga skisme yang pertama). Karena itu, di sini kita akan meneliti perbedaan konsep politik di antara kedua madzhab besar itu dan   melacak penyebab-penyebabnya,” ungkap Kang Jalal.

Kang Jalal kemudian menegaskan di antara semua skisme tersebut, skisme yang tetap berpengaruh sampai   sekarang   adalah   skisme-skisme   yang   melahirkan polarisasi Sunnah - Syi'ah (tiga skisme yang pertama).

“Seperti dalam dunia Kristiani, dalam Islam pun kaum politisi memperbesar perbedaan doktrinal yang kecil untuk menyuburkan fanatisme --saling mengkafirkan dan saling membid'ahkan,” tegas Kang Jalal.

Menyimak pendapat Kang Jalal dan melihat fenomena Khalid Basalamah, makin mempertegas apa yang ditegaskan dalam Alquran pada surat Al Mu’minuun ayat 53:

fataqaththha'uu amrahum baynahum zuburan kullu hizbin bimaa ladayhim farihuuna

Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).

Sampai kapan umat Islam terpecah belah oleh perbedaan aliran dan pandangan kelompok masing-masing? Mari kita bercermin dalam diri . Apakah kita masuk kategori homo homini lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. (Edi E)