I’tikaf di Rumah

I’tikaf di Rumah

Dr. K.H. Syamsul Yakin MA: Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Secara etimologi, i’tikaf  diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan arti  menetap atau berdiam diri. Secara terminologi, menurut Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazi dalam karyanya Fath al-Qarib al-Mujib, i’tikaf  berarti berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu. I’tikaf hukumnya sunah dan waktunya boleh dilakukan kapan saja.

Namun waktu i’tikaf, lanjut Syaikh al-Ghazi, pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan  lebih utama dibandingkan dengan i’tikaf di selain hari tersebut. Alasannya, karena terdapat “Lailatul Qadar”. Nabi SAW bersabda, “Carilah Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tahun ini  i’tikaf harus dilaksanakan di rumah. Bukan dilarang  di masjid, hanya dikhawatirkan menimbulkan kerumunan besar. Sejak merebaknya Covid-19, pemerintah gencar menghimbau masyarakat untuk menjaga jarak diri dan sosial. Apalagi mendekati lebaran, pemeritah kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sejatinya, tidak ada larangan i’tikaf di rumah bersama keluarga saat Corona, asal memenuhi syarat-syarat i’tikaf. Karena secara subtansial, bumi ini adalah tempat sujud (masjid). Nabi SAW bersabda, “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Syarat-syarat i’tikaf  itu beragam. Pertama, orang yang i’tikaf harus menandaskan niat. Lalu ia harus seorang Muslim, berakal, suci dari haidh, nifas, dan hadats besar. Ini artinya, i’tikaf tidak berlaku bagi orang yang tidak memenuhi syarat. Kedua, bertempat di masjid. Syarat kedua inilah yang dapat diganti dilakukan di rumah.

Selain syarat-syarat di atas, i’tikaf menjadi batal karena melakukan hubungan sebadan. Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid.” (QS. al-Baqarah/2: 187). Maksudnya, orang yang sedang i’tikaf dilarang keluar masjid untuk mencampuri isterinya, lalu kembali lagi ke masjid.

Membuat agenda i’tikaf di rumah saat ini adalah niscaya. Dimulai dengan melaksanakan shalat Isya, Tarawih, mengaji Alquran, taushiyah agama, tahajud, makan sahur, dan ditutup shalat Subuh. Nabi SAW bersabda, “Shalatlah di rumah dan jangan jadikan rumahmu seperti kuburan.” (QS. Turmudzi).

Musibah Covid-19 yang mewabah harus dikelola menjadi berkah bagi seisi keluarga. Inilah  momentum pendidikan keluarga yang intensif dan simultan. Seorang ayah terbiasa menjadi imam. Seorang ibu mendadak memberi taushiyah. Anak-anak terkoreksi bacaan Alqurannya, shalatnya, dan puasanya.

Nabi SAW bersabda, “Ada empat kunci kebahagiaan bagi seseorang Muslim, yaitu mempunyai isteri yang salehah, anak-anak yang baik, lingkungan yang baik dan pekerjaan yang tetap di negerinya sendiri.” (HR. Dailami). Inilah surga sebelum surga, yakni surga berumah tangga nan bahagia.

Selain itu, melakukan i’tikaf di rumah dapat memperkecil penyebaran Covid-19. Seisi keluarga tidak tertular dari orang lain atau juga kemungkinan menulari orang lain. Tentang hal ini Nabi SAW bersabda, “Tidak boleh membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Daruquthni). (sam/zm)

Terbit juga di https://republika.co.id/berita/qaep6v374/itikaf-di-rumah