Fidikom Diskusikan Dakwah Virtual

Fidikom Diskusikan Dakwah Virtual

Ciputat, BERITA UIN Online-- Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) UIN Jakarta menggelar webminar nasional bertajuk Dakwah Virtual, Telaah Etnografi Digital, Jumat (15/5/2020). Acara yang diinisiasi Laboratorium Fidikom UIN Jakarta ini menyoroti makin maraknya aktifitas syiar keagamaan berbasis media internet.

Webinar yang dibukan Dekan Fidikom Suparto Ph.D ini diikuti para pengajar di lingkungan Fidikom UIN Jakarta maupun puluhan akademisi dan peminat kajian komunikasi di berbagai perguruan tinggi nasional. Diantaranya dari UIN Suska Riau, UIN Antasari Banjarmasin, IAIN Kudus, IAIN Kendari, IAIN Pekalongan, FDK Unisnu Jepara, Universitas Negeri Medan, STIT Islamiyah Karya Pembangunan Paron Ngawi, dan kampus lainnya.

Suparto berharap kegiatan ini bisa menjaga tradisi akademik kendati saat ini dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19. “Alhamdulillah, webminar ini diikuti puluhan partisipan seluruh Indonesia yang cukup antusias,” katanya.

Webinar yang digelar dalam rangka milad ke-30 tahun Fidikom ini menghadirkan sejumlah narasumber yaitu Dr. Moch. Fakhruroji dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Wahyuddin Halim Ph.D dari UIN Alaudin Makassar, dan Dr. Rully Nasrullah dari UIN Jakarta. Acara ini dimoderatori Dosen Komunikasi FIDIKOM UIN Jakarta Fita Fathurokhmah M.Si.

Dalam paparannya, Wahyuddin menjelaskan, etnografi menjadi salah satu metode penelitian kualitatif yang banyak digunakan peneliti dengan berpartisipasi langsung di lingkungan komunitas yang diriset. Sementara ketika menggunakannya di media internet, etnografi dimungkinkan digunakan dengan memindahkan cara kerja secara normal pada konteks internet atau digital.

Wahyuddin mencontohkan hasil penelitiannya ‘Young Islamic Preachers on Facebook: Pesantren As’adiyah and Its Engagement with Social Media. Dalam riset ini, ia meneliti bagaimana paparan dan keterlibatan media sosial telah memengaruhi kehidupan keagamaan, tradisi pesantren yang sering dikaitkan dengan konservatisme.

Moch. Fakhruroji menjelaskan, kajian dakwah virtual tidak hanya dapat digunakan dengan metode etnografi saja, tetapi dapat digunakan juga dengan metode lain. Misalnya metode netnografi.

Menurutnya, terdapat sejumlah istilah yang digunakan dalam menyebut fenomena munculnya pesan-pesan agama di internet. Diantaranya cyber-religion, digital religion atau lebih spesifik online religion.

“Internet sebagi ruang publik/public sphere Islam dengan penggunaan internet sebagai sarana penyajian pengetahuan Islam yang berimplikasi pada kemunculan Pratik dakwah Islam secara online,’ jelas Fakhruroji.

Rully Nasrullah yang memaparkan paparannya yang bertopik Digital Research for Digital Culture menyebutkan adanya kecenderungan kesalahan mendasar dalam melakukan kajian di internet. “Kesalahan umumnya adalah melakukan riset di internet dengan realitas baru, namun melakukannya dengan perangkat analisis yang muncul sebelum internet,” tuturnya.

Rully menjelaskan, analisis media siber seharusnya didekati melalui sejumlah level. Diantaranya, Ruang media (media space) dimana objeknya adalah struktur perangkat media dan penampilan. Lalu, dokumen media (media archive) dimana objeknya isi dan aspek pemaknaan teks/grafis.

Selanjutnya, Objek media (media object) yang mencakup interaksi yang terjadi di media siber. Terakhir, pengalaman (experiential stories berupa motif, efek, manfaat atau realitas yang terhubung secara offline maupun online. (z. muttaqin)