FDI Gelar Ujian Perdana Secara Daring

FDI Gelar Ujian Perdana Secara Daring

Gedung Rektorat, BERITA UN Online – Gerakan “Tagar Ganti Presiden RI” yang terjadi pada tahun 2019 merupakan gerakan sah dan bukan makar. Gerakan tersebut sesuai dengan dalil-dalil syariah, seperti Istihlah, Istishab, dan Ihtihsan. Bahkan gerakan itu juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Hal itu dikatakan Mochamad Fathur Rahman, mahasiswa Program Magister Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), pada ujian Tesis yang digelar melalui kanal Zoom, Rabu (29/4/2020). Ujian tesis melalui platform Zoom ini merupakan kali pertama dilakukan FDI sejak munculnya wabah Covid-19.

Fathur Rahman dalam ujian tersebut memperoleh yudisium Mumtaz atau Cumlaude. Tim penguji terdiri atas Muhammad Syairozi Dimyati (ketua sidang), Yuli Yasin (anggota), Rusli Hasbi (anggota), dan Imam Sujoko (anggota merangkap pembimbing).

Dalam tesisnya yang ditulis dalam bahasa Arab berjudul Al Harakah al Ijtima'iyyah fi as Siyasah fi Manzhur al Adillah asy Syar'iyyah wa al Qanun al Wadh'i al Indunisy: Dirasah Siyasiyah Ushuliyah Tahliliyah (Gerakan Sosial Politik dalam Perspektif Dalil-dalil Syariah dan Undang-undang Republik Indonesia: Studi tentang Kajian Poltik dan Ushul Fikih), Fathur Rahman mengatakan bahwa Gerakan Tanda Pagar (#2019 Ganti Presiden) merupakan gerakan murni dari masyarakat karena kecewa terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, sehingga menimbulkan banyak ketimpangan sosial.

Kritik masyarakat terhadap pemerintah, menurut dia, bertujuan guna memperoleh keadilan dan keseteraan. Untuk itu, gerakan sosial politik menjadi salah satu sarana yang efektif guna mencapai tujuan tersebut.

“Gerakan ini juga bertujuan agar pemerintah tidak semen-mena mengambil kebijakan yang dapat merugikan rakyat,” katanya.

Fathur Rahman menegaskan bahwa gerakan #2019 Ganti Presiden tidak bertentantangan dengan UUD 1945 dan perundangan yang lain. Sebab gerakan tersebut tidak bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, melainkan untuk mengganti pemerintahan baru melalu mekanisme pemilihan umum.

“Adanya tuduhan bahwa gerakan tersebut sebagai perbuatan makar juga tidak benar. Hal itu hanya perbedaan pandangan dan penafsiran saja dalam memahami UU RI,” ungkapnya. (ns)