Ekonomi Islam di Indonesia Perlu Dikembangkan Secara Holistik dan Integratif

Ekonomi Islam di Indonesia Perlu Dikembangkan Secara Holistik dan Integratif

Gedung Auditorium, BERITA UIN Online – Kebijakan pengembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia saat ini perlu dilakukan secara holistik, komprehensif, dan integratif. Sebab, sistem ekonomi Islam tak hanya mengembangkan perbankan syariah, keuangan syariah non bank, pasar modal, atau bisnis halal, tetapi juga perilaku masyarakat yang didasarkan atas nilai-nilai ekonomi Islam dalam pilihan konsumsi, produksi, dan investasi.

Hal itu dikatakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Euis Amalia, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Islam di gedung Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Selasa (1/12/2020). “Contour dan anotomi ekonomi Islam sangat jelas karena  didasarkan atas nilai-nilai profetik (nubuwwah, ilahiyyah). Tujuannya untuk mewujudkan maqashid syariah (tujuan syariah) dan falah (kesejahteraan masyarakat),” katanya.

Sistem ekonomi Islam juga memiliki norma, rules, dan behaviour yang dikembangkan dengan empat instrumen utama, yaitu terbebas dari unsur riba, gharar, maisir, haram, tadlis, dan risywah; memberlakukan akad-akad transaksi syariah terutama profit and loss sharing system; mengimplementasikan zakat; dan pengembangan investasi untuk komoditas halal dan thayyib.

Menurut wanita kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 1 Juli 1971, ini, pengembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia saat ini dikembangkan dalam bentuk perbankan, keuangan syariah non bank, pasar modal, dan bisnis halal. Tetapi sub-sub sistem ini belum merupakan suatu sistem yang terintegrasi, komprehensif, dan holistik.

“Hal ini juga terlihat dari belum terbentuknya perilaku masyarakat yang didasarkan atas nilai-nilai ekonomi Islam dalam pilihan konsumsi, produksi, dan investasi,” ujarnya.

Euis mengatakan, secara realitas, sistem ekonomi Islam telah diletakkan dalam kerangka struktur ekonomi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pada titik ini ekonomi Islam sejalan  dengan Pancasila dan UUD 1945. Keterbatasan dan permasalahan yang dihadapi dalam kerangka sistem ekonomi Islam ini adalah bagian dari suatu proses perjuangan moral yang tidak berkesudahan.

Oleh krena itu, salah satu upaya strategis yang dapat dipilih adalah penguatan regulasi dan kebijakan akselerasi yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi Islam untuk ekonomi Indonesia yang maju, berkeadilan, berkeadaban dan berkelanjutan.

“Perjuangan untuk mengembangkan ekonomi Islam bukan semata-mata alasan “bunga”, melainkan karena sistem ini dipandang sebagai suatu solusi dari sistem-sistem ekonomi yang bersifat eksploitatif dan predatori ke dalam sistem yang lebih menekankan etika dan moral. Tujuannya adalah keadilan dan kesejahteraan bagi ekonomi rakyat,” papar pengawas syariah di beberapa bank swasta syariah tersebut.

Namun, lanjut Euis, di sisi lain fakta menunjukkan bahwa pengembangan ekonomi Islam Indonesia selama ini lebih terfokus pada perbankan dan keuangan syariah daripada membangun suatu sistem ekonomi Islam yang bersifat holistik, komprehensif, dan integratif.

Untuk itu pula, katanya, perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan kegiatan ekonomi perlu diselaraskan dengan nilai-nilai yang disebut ekonomi Islam tanpa meninggalkan kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi tradisi dalam masyarakat.

“Saya kira penting adanya upaya akselerasi guna memperkuat pengembangan sistem ekonomi Islam terintegrasi ini. Hal itu dilakukan dalam rangka mewujudkan ekonomi Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan melalui berbagai kebijakan yang responsif dan berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Acara pengukuhan Guru Besas Euis Amalia dibuka dalam Sidang Terbuka yang dipimpin Ketua Senat Universitas Abuddin Nata. Turut hadir Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, para wakil rektor, para guru besar, dan sejumlah kolega. Selain Euis Amalia, pengukuhan yang sama juga dilakukan terhadap Djawahir Hejazzey, Guru Besar Bidang Ekonomi Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum.

Eulis Amalia berhasil menempuh pendidikan S1 di IAIN (sekarang UIN, Red) Jakarta tahun 1995. Kemudian ia melanjutkan S2 di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta hingga lulus tahun 1999. Sementara gelar doktornya diperoleh dari pascasarjana yang sama tahun 2008.

Selain mengajar, ia juga menjadi Ketua Program Studi Doktor Perbankan Syari’ah FEB. Kesibukan lain dari ibu dengan tiga anak ini adalah sebagai asesor Badan Akreditas Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) sejak 2009 hingga sekarang dan Ketua Bidang Pendidikan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (1999-2022). (ns)