Dialog Pendidikan: Peran Pendidikan Revolusi 4.0 dalam Mengatasi Fenomena Letargi Dampak Covid-19

Dialog Pendidikan: Peran Pendidikan Revolusi 4.0 dalam Mengatasi Fenomena Letargi Dampak Covid-19

Berita UIN Online– Dilansir pada Jum’at, (8/5/2020) dalam web seminar sesi ke-2 yang diadakan Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (DEMA-FITK) UIN Jakarta, menuai harapan berlimpah dari para calon pendidik.

Koodinator Acara Thoriq Majid dalam sambutannya mengatakan polemik pendidikan dari berbagai aspek harus tetap dihadapi dan dituntaskan.

“Akibat pandemi Covid-19 membuat beberapa aspek kehidupan lumpuh, banyak dampak yang terjadi, salah satunya dalam sektor pendidikan,” ujar Thoriq.

Pandemi ini, lanjut Thoriq, memicu terjadinya fenomena letargi, yaitu fenomena yang sangat memilukan. Dimana, banyak terjadi kekhawatiran, kecemasan yang berlebihan, bahkan akut, sehingga menyebabkan penurunan mental serta daya berpikir yang akan dialami oleh peserta didik.

“Bagaimana peran pendidikan untuk mengatasi fenomena tersebut, maka mengikuti dialog ini menjadi penting dan semoga membuka cakrawala kita,” imbuh Ketua Dema FITK itu.

Menyikapi efek letargi yang dideskripsikan Thoriq, Co Founder Artificial Intelligence Center Indonesia yang juga dosen FITK Dr Baiq Hana Susanti MSc menegaskan bahwa ada potensi lain dari fenomena letargi selain kecemasan, yakni seseorang akan mengalami gangguan kesehatan jiwa.

“Dari situasi pandemi COVID-19, menurut ilmu psikologi terbagi menjadi tiga zona yakni, Zona Ketakutan, Zona Belajar, dan Zona Bertumbuh,” ujar Baiq.

Dari ketiga zona tersebut, sambungnya, mengindikasikan bahwa setiap peristiwa menuju ke titik kesetimbangannya, menuju ke arah lebih baik. Sama halnya seperti pendidikan, Sektor pendidikan, terangnya, perlahan mengalami perubahan mulai dari teknis manual menuju ke digital.

“Artinya, pendidikan seiring berjalannya waktu akan mengalami pergesaran mindset dan fokus,” imbuh Baiq.

Pada kesempatan yang sama, Pendiri Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko yang didapuk sembagai narasumber kedua mengatakan fenomena letargi dialami seluruh manusia di dunia, depresi masal yang sifatnya secara bersamaan, dan ini menyerang psikis tiap individu.

“Serangan pandemi Covid-19 akan lebih parah dampaknya dari economic depression,” ujar Budiman.

Maka dari itu, sambungnya, terdapat beberapa shifting yang akan dialami oleh manusia pasca Covid-19 ini, seperti banyaknya kecemasan, perasaan sepi, dan depresi, orang dipaksa bekerja dari rumah, e-commerce akan berkembang, hilangnya trust terhadap sosial dan produk, meningkatkan ketegangan, kontak terbatas dengan para lansia dan orang tua, pembatasan perjalanan, dan meningkatnya level pengangguran global (bangkrut).

“Intinya, pendidikan akan selalu mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Selama ini terdapat persepsi yang salah terhadap pendidikan,” imbuhnya.

Kebanyakan dari kita, lanjutnya, mengatakan pendidikan hanya mengisi pikiran dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Pasalnya, katanya, pendidikan adalah bagaimana cara kita untuk membentuk cara atau pola berpikir yang baik.

“Pendidikan hari ini akan mengalami banyak perubahan, dan perubahan itulah yang harus kita jawab dan cari solusinya,” tandasnya.

Ditegaskannya, ketidakmerataan pendidikan di Indonesia masih menjadi permasalahan yang besar, sehingga menyebabkan proses transfer ilmu menjadi terkendala.

Sementara, narasumber ketiga Budi Sugandi, mengutip kata-kata Prof Young Jou bahwa “Tofu is not a cheese”, artinya tahu bukanlah sebuah keju. Indonesia butuh revolusi pendidikan, bukan hanya dari teknis pembelajarannya yang berbasis e-learning, melainkan revolusi kecil-kecilan yang dapat dirasakan dampaknya juga oleh daerah pelosok.

“Misalnya seperti pemanfaatan televisi (non-internet), yaitu proses pembelajaran dapat ditayangkan melalui televisi tanpa harus terkoneksi internet, dan ini merupakan salah satu terobosan dan upaya revolusi pendidikan kedepan,” ujar Budi.

Banyak harapan untuk pendidikan kedepan, terang Budi. Sinergitas antara peserta didik, dan pendidik harus saling terkoneksi sehingga paham dengan apa yang dibutuhkan.

Dari hasil diskusi sesi ke-2 ini, Thoriq berharap pendidikan dapat terus dikembangkan dan dibangun untuk masa depan Indonesia. (zm/mf/mss)