Avilliani: Jati Diri Bangsa Terletak pada Kemandirian Ekonomi

Avilliani: Jati Diri Bangsa Terletak pada Kemandirian Ekonomi

Auditorium Utama. UIN Online – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Avilliani SE, MSi, mengatakan suatu bangsa dikatakan memiliki jati diri dan karakter yang kuat apabila memiliki kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi diartikan sebagai bangsa yang memiliki ketahanan ekonomi terhadap berbagai macam krisis dan tidak bergantung pada negara lain.

Pernyataan tersebut disampaikan Aviliani dalam Dialog Publik Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat Menghadapi Tantangan yang digelar atas kerjasama UIN Jakarta dan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Auditorium Utama, Selasa, (30/3). Hadir dalam kesempatan tersebut, Rektor Prof Dr Komaruddin Hidayat, Kepala Badan Informasi Publik Kementrian Komunikasi dan Informasi (BIP Kominfo) Drs Freddy H Tulung MUA, dan dosen Departemen Filsafat Universitas Indonesia (UI) Dr Donny Gahral Adian.

Menurut Aviliani, Indonesia memiliki banyak potensi yang harus dikembangkan untuk menggerakkan perekonomian nasional, baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun SDM.  “Apabila potensi yang ada ini dioptimalkan, saya yakin kita bisa lebih maju dari sekarang dan mandiri secara ekonomi. Pasar kita luar biasa mencapai 200 juta jiwa lebih,” tandasnya.

Di bidang SDA, Indonesia unggul di bidang agroindustri dan sektor riil. Namun, ia menyayangkan rendahnya political will baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Padahal, pertanian menjadi penyedia lapangan kerja terbesar, mencakup 40 persen dari total angkatan kerja. “Di sisi lain, daya saing produk kita sangat lemah. Kita hanya mengekspor barang mentah dan mengimpor barang setengah jadi. Di sini kita seolah-olah tidak memiliki identitas. Kita hanya dijadikan pasar negara maju,” terangnya.

Komisaris Independen Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini menambahkan, jati diri bangsa Indonesia sedikit terangkat karena berhasil melewati krisis ekonomi global dengan baik serta sejajar dengan RRC dan India melalui pertumbuhan ekonomi yang positif.

“Setidaknya ada dua alasan utama kita sukses melewati krisis. Masyarakat Indonesia masih menyisihkan sebagian uangnya untuk menabung di bank, dan 80 persen ekonomi kita berada di sektor riil. Berbanding terbalik dengan negara maju yang berkutat pada kredit dan mekanisme pasar,” ujarnya.

Namun, Aviliani memperingatkan jika ekonomi Indonesia berada dalam bubble economy. Semakin lama, mekanisme pasar semakin berlaku. Pasar uang sedang menggeliat. IHSG Indonesia berada di nomor dua di dunia setelah China. Sektor ekonomi unggulan sebagian besar dikuasai asing termasuk perbankan. “Jika dibiarkan, bubble economy ini akan pecah dan kita bisa terpuruk lagi seperti krisis 1998,” imbuhnya.

Untuk meningkatkan jati diri dan kemandirian ekonomi bangsa, Aviliani memberikan tiga solusi agar ekonomi bangsa Indonesia lebih maju. Tiga solusi itu adalah efisiensi, ekspansi, dan penetrasi pasar. “Uang APBN dan APBD harus dikeluarkan dengan prinsip efisiensi, perusahaan BUMN harus melakukan ekspansi pada sektor strategis dan menasionalisasi seperti migas serahkan saja ke Pertamina. BUMN dan swasta lokal harus melakukan penetrasi pasar agar pasar kita tidak direbut negara lain,” katanya. [] Luthfi Destianto