ASN UIN Jakarta Periksa Kesehatan dengan “Rapid Test”

ASN UIN Jakarta Periksa Kesehatan dengan “Rapid Test”

 

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Guna mengantisipasi penyebaran virus korona atau Covid-19, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) UIN Jakarta memeriksakan diri dengan rapid test (tes cepat). Hal itu dilakukan agar diketahui siapa saja ASN yang berpotensi menyebarkan virus korona bisa langsung dicegah atau ditangani sesuai protokol kesehatan.

Pemeriksaan rapid test dilakukan di gedung Fakultas Kedokteran (FK), Senin (29/6/2020). Berdasarkan catatan BERITA UIN Online, ada sedikitnya 50 ASN yang mendaftarkan diri untuk diperiksa. Mereka terdiri atas dosen dan para pegawai yang berkerja di hampir semua unit kerja di UIN Jakarta. Selain itu juga terdapat beberapa mahasiswa.

Di antara ASN yang diperiksa terdapat Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Ahmad Rodoni, dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Masri Mansoer.

Pemeriksaan kesehatan secara rapid test dihadiri Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan Mariya Mubarika dan Kepala Medis Halodoc Irwan Heriyanto, sebagai mitra aplikasi rapid test.

Menurut Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UIN Jakarta Hari Hendarto, acara pemeriksaan rapid test gratis tersebut dilakukan atas kerja sama FK, RS Syarif Hidayatullah, Kementerian Kesehatan, dan penyedia alikasi kesehatan Halodoc. Rapid test, kata Hari, merupakan pemeriksaan penyaring pertama.

“Pemeriksaan rapid test yang hasilnya positif akan ditindak lanjuti dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) di Laboratorium FK UIN Jakarta. Lab ini sudah menjadi rujukan dari wilayah Provinsi Banten,” jelasnya.

Rektor Amany Lubis mengatakan, pemeriksaan Covid-19 secara rapid test bagi kalangan sivitas akademika UIN Jakarta bertujuan agar diketahui kondisi kesehatan mereka. Cek kesehatan ini penting sehingga seluruh sivitas akademika tidak terpapar Covid-19.

“Kita berharap semua sivitas akademika dalam keadaan sehat wal afiat sehingga tidak ada yang harus diisolasi,” katanya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan Mariya Mubarika yang ikut memantau pelaksanaan rapid test mengemukakan, rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus korona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan virus korona.

Dengan kata lain, bila antibodi ini terdeteksi di dalam tubuh seseorang, artinya tubuh orang tersebut pernah terpapar atau dimasuki oleh virus korona. Namun, perlu diketahui, pembentukan antibodi ini memerlukan waktu, bahkan bisa sampai beberapa minggu. Hal inilah yang bisa menyebabkan keakuratan dari rapid test cukup rendah.

“Jadi, rapid test di sini hanyalah sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring, bukan pemeriksaan untuk mendiagnosa infeksi virus korona atau Covid-19,” ujarnya.

Tes yang dapat memastikan apakah seseorang positif terinfeksi virus korona sejauh ini hanyalah pemeriksaan PCR. Pemeriksaan ini bisa mendeteksi langsung keberadaan virus korona, bukan melalui ada tidaknya antibodi terhadap virus ini. (ns).

Foto: Hermanuddin