Survei PPIM UIN Jakarta: Inilah Pandangan Pandemi dan Keagamaan Siswa Nasional

Survei PPIM UIN Jakarta: Inilah Pandangan Pandemi dan Keagamaan Siswa Nasional

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online— Tingkat kepatuhan para siswa-siswi sekolah lanjutan tingkat atas dalam mengikuti protokol kesehatan situasi Pandemi Covid 19 masih harus ditingkatkan. Di sisi lain, pemahaman keagamaan mereka turut mempengaruhi tingkat kepatuhan tersebut.

Demikian benang merah temuan survei nasional "Pandangan Siswa Sekolah/Madrasah tentang Agama, Pandemi, dan Bencana" yang diluncurkan PPIM UIN Jakarta, Rabu (5/1/2022). Temuan riset dipaparkan Kordinator Penelitian Yunita Faela Nisa dan Peneliti Narila Mutia Nasir.

Survei sendiri dilakukan serentak di 34 provinsi pada 1 September hingga 7 Oktober 2021 dengan 2358 sampel siswa yang lolos uji perhatian dari 3031 sampel awal. Seluruh sampel merupakan peserta didik sekolah lanjutan tingkat atas, baik di lembaga pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI maupun Kementerian Agama RI, dari berbagai latar belakang agama dan etnis.

“Temuan pentingnya, protokol kesehatan, perilaku hidup sehat, dan vaksinasi di kalangan siswa perlu ditingkatkan. Selain itu, di saat pandemi Covid 19 berlangsung, level Islamisme pada siswa-siswi Indonesia juga relatif tinggi. Ini perlu jadi perhatian,” papar Yunita.

Dari sisi protokol kesehatan, Narila menambahkan, survei mencatat 41,20% siswa tercatat abai mencuci tangan. Lalu, 20,10% tercatat abai memakai masker, 42,40% abai menjaga jarak, dan 64,80% abai menghindari berkumpul.

“Jadi mereka masih suka kumpul-kumpul. Padahal diketahui bahwa kumpul-kumpul menjadi transmisi efektif resiko penularan," katanya.

Perilaku hidup sehat juga tidak cukup dilaksanakan oleh para siswa. Survei mencatat 70% sampel siswa mengabaikan olahraga minimal 30 menit per hari, 50,50% siswa menunjukan pola tidur tidak teratur, dan 43,40% berpola makan tidak seimbang.

Terkait vaksinasi, di sepanjang periode survei dilakukan, tim peneliti menemukan jumlah sampel yang sudah divaksin baru 47,42%. Sedang prosentase siswa belum divaksin mencapai 52,88%.

Lebih lanjut, survei juga mencatat faktor keagamaan turut mempengaruhi kepatuhan siswa dalam menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi. Survei menemukan 12,88% siswa nasional beranggapan bahwa vaksinasi bertentangan dengan agama.

Jika dilihat dari latar belakang institusi tempat lembaga pendidikan mereka belajar, 21,95% siswa sekolah-sekolah Kemenag melihat vaksinasi bertentangan dengan agama. Sedang, siswa-siswi di sekolah-sekolah Kemendikbud mencatatkan prosentase 14.80% siswa yang berpandangan bahwa vaksinasi bertentangan dengan agama.

“Ini perlu jadi perhatian kita juga bahwa ternyata ada 12,88% siswa secara nasional berpandangan bahwa vaksinasi bertentangan dengan agama. Ini perlu satu pendekatan jika kita promosikan vaksinasi,” tambahnya.

Selain itu, sebanyak 39% siswa percaya bahwa Pandemi COVID-19 adalah hukuman dari Tuhan. Lalu, sekitar 48% responden memiliki sikap fatalis atau percaya bahwa upaya manusia tidak banyak berarti karena segala sesuatu termasuk kesehatan sudah ditentukan oleh Tuhan.

Survei juga menunjukkan bahwa sekitar 20% hingga 30% responden mempercayai hoax atau teori konspirasi terkait COVID-19. Misalnya, sekitar 31,5% responden mempercayai rumor bahwa rumah sakit sengaja menjadikan pasien sebagai pasien COVID-19 demi mendapatkan biaya penanggulangan atau penanganan pasien COVID-19 yang disediakan pemerintah.

Gejala Islamisme Siswa

Dari sudut pandang Islamisme, Yunita mengungkapkan, temuan survei pada siswa Muslim menemukan berbagai perkembangan kecenderungan sikap Islamisme di tahun 2021 dibanding survei serupa di tahun 2017. Definisi Islamisme dalam riset ini dibatasi pada pandangan beragama yang absolut, tertutup, inward looking dan ekslusif dalam merespon perkembangan ilmu pengetahuan.

Terdapat beberapa variabel dalam mengukur pandangan Islamisme siswa. Misalnya, jabatan Ketua OSIS harus dijabat siswa Muslim tercatat 51.1% di tahun 2021 dari 55,7% di tahun 2017. Meski menurun, namun prosentasenya masih tetap di atas 50%.

Selanjutnya dari pandangan mereka tentang khilafah, 78.5% siswa percaya bahwa sistem pemerintahan yang diakui Islam adalah berdasarkan khilafah. Prosentase ini naik dibanding prosentase tahun 2017 yang hanya 63,1%.

Pada variabel keyakinan bahwa penerapan syariat Islam di Indonesia harus didukung, keyakinan siswa menunjukan prosentase masih cukup tinggi. Yaitu dari 93.1% tahun 2017 menjadi 91.4% tahun 2021. Di periode yang sama, 25,2% siswa setuju tindakan bom bunuh diri atas nama agama sebagai jihad, naik dari 24.9% tahun 2017.

Lebih jauh, survei merekomendasikan perlunya kerjasama berbagai pihak untuk melakukan intervensi sosial bagi siswa. Riset juga merekomendasikan intervensi terencana dan strategis atas tingginya pandangan Islamisme siswa dan perlunya penguatan literasi digital atas serbuan informasi palsu di media secara lebih serius. (zm)