Upaya Memperkenalkan Budaya Indonesia pada Mahasiswa Asing

Upaya Memperkenalkan Budaya Indonesia pada Mahasiswa Asing

DALAM rangka mempromosikan serta memperkenalkan ragam budaya yang ada di Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya pelajar asing yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia, Bagian Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri (HKLN) Kementerian Agama RI menyelenggarakan kegiatan yang berfokus kepada kebudayaan dengan tema “Studi Banding Budaya Mahasiswa Asing”. Salah satunya UIN Jakarta yang mewakilkan 12 mahasiswa asing mengikuti studi wisata ini.

Kegiatan studi wisata tahun 2011 ini resmi dibuka Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Agama, H Mubarok SH MSc, yang ditandai dengan pemukulan gong dan penampilan kebudayaan adat sunda dari suku Panjang.

Dalam sambutannya ia berharap warga negara asing dapat mengenal lebih dekat dan mengetahui aneka budaya Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya 33 provinsi yang ada di Indonesia yang setiap provinsinya memiliki keunikan serta kekhasan budayanya masing-masing.

Tahun ini kegiatan studi banding budaya mahasiswa asing digelar di kawasan Jawa Barat tepatnya di daerah Garut, yang terkenal dengan etnik suku sunda dan tradisi kesundaannya. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari Senin- Rabu (11-13) Juli yang lalu di Hotel Danau Dariza.

Peserta dari kegiatan ini, merupakan mahasiswa asing yang sedang melaksanakan pendidikan di Indonesia khususnya mereka yang mendapatkan program beasiswa dari Kementerian Agama RI. Jumlah keseluruhan peserta kegiatan ini sebanyak 70 orang mahasiswa asing termasuk 12 perwakilan mahasiswa asing dari UIN Jakarta. Mereka berasal dari Malaysia, Thailand, Madagaskar, Rusia, Turki, Timor Leste, Filipina, Somalia, Indonesia, Afrika Selatan, dan Singapura.

Adapun agenda dari kegiatan ini adalah kunjungan budaya, kunjungan kampung tradisional, kunjungan sanggar tari, kunjungan tempat bersejarah, pementasan ragam kesenian dan out bound.

Misalnya kunjungan ke Kampung Pulo, merupakan salah satu kampung tradisional (indigenerous society) yang masih mempertahankan tradisi dan menjaga kearifan lokal serta norma adat istiadat dari nenek moyang mereka.

Menurut sesepuh adat Kampung Pulo ini, di kampung ini hanya terdiri tujuh keluarga dan tidak lebih maupun tidak kurang. Di desa ini juga terdapat dua akulturasi yaitu kepercayaan yang saling berdampingan satu sama lain yakni agama hindu yang ditandai oleh adanya candi Hindu (Cangkuang) serta agama Islam yang awal mulanya di pelopori Shekh Arief Muhammad.  Walaupun terdiri dari dua kepercayaan yang berbeda tetapi mereka dapat hidup rukun serta menjunjung tinggi norma toleransi dan tenggang rasa antar keduannya.

Menurut sejarah candi Cangkuang merupakan candi Hindu satu-satunya di Jawa Barat. Cangkuang diambil dari nama sebuah pohon yang tumbuh di sekitar candi. Konon, pohon tersebut diyakini hanya dapat tumbuh di daerah sekitar candi saja dan tidak bisa tumbuh di daerah lain. Selain memiliki keunikan tersendiri, ternyata pohon Cangkuang memiliki banyak manfaat seperti sebagai obat-obatan, bahan kerajinan maupun yang lainnya.

Pertama kali candi Cangkuang ditemukan pada tahun 1966, dan mengalami pemugaran yang pertama kali pada tahun 1974-1976. Awal mulanya candi tersebut ditemukan oleh Prof Dr Uka Candrasasmita (guru besar UIN Jakarta, kini almarhum, Red)  setelah ia membaca buku sejarah yang ditulis orang Belanda bernama Codderman tahun 1883.

Pada sore harinya peserta dilanjutkan perjalannya menyinggahi Kampung Naga, yang merupakan kampung tradisional dan sangat terkenal di Jawa Barat, khususnya di Garut. Kampung Naga hingga saat ini, masih mempertahankan tradisi nenek moyang serta adat istiadat di tengah modernisasi yang semakin meningkat.

Misalnya, mata pencaharian masyarakat setempat bertani, dan untuk mempertahan hidupnya mereka cukup memanfaatkan ladangnya dan dikonsumsi untuk kegiatan sehari hari. Selain itu, sesuai peraturannya, kampung naga tidak boleh dialiri listrik. sehingga masyaratnya sudah tentu tidak memiliki peralatan elektronik. Kampung naga ini merupakan kampung yang hanya memiliki jumlah penduduk 300 orang, dengan rata-rata jenjang pendidikannya hanya sampai tingkat SD dan SLTP. (Hamzah Farihin)

Â