Tradisi Ziarah Masyarakat Indonesia Sudah Dipolitisasi

Tradisi Ziarah Masyarakat Indonesia Sudah Dipolitisasi

Reporter: Hamzah Farihin

Syahida Inn, BERITA UIN Online – Pada dasarnya ziarah kubur dalam Islam, fungsinya untuk mengingatkan orang bahwa kehidupan itu ada akhirnya dan semua orang akan mati. Namun, tradisi di kalangan masyarakat Indonesia malah menjadi rutinitas dan bahkan cenderung dipolitisasi untuk menyukseskan tujuan tertentu.

“Misalnya konteks makam Mbah Priok atau dikenal Habib Hasan al-Haddad, data dan ceritanya sudah dimanipulasi. Hal ini seakan-akan menjadi kramat karena sudah mengislamisasikan Jakarta. Di sisi lain, makam Mbah Priok  dijadikan mitos secara sengaja untuk mendukung realitas di lapangan terkait sengketa kepemilikan tanah antara mereka yang mengaku ahli waris dan pihak PT Pelindo,” jelas tokoh intelektual muda JJ Rizal dalam seminar “Tradisi Ziarah dalam Masyarakat Indonesia” yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Syahida Inn, Kamis (28/4).

Menurutnya, dalam kasus ini tambah dia, mitosnya telah mengalami transformasi, bukan saja sebagai accepted history, tetapi telah menjadi kepercayaan peneguh iman. Makam Mbah priok adalah potret bahwa kekeramatan dan kemasyhuran leluhur itu dibuat bukan dilahirkan, akan tetapi dibentuk melalui suatu kontruksi memori.

Misalnya, pascaterjadinya kerusuhan berdarah di Koja antara ratusan remaja muda yang mengatasnamakan pasukan berani mati membela Mbah Priok bersitegang dengan anggota Satuan Polisi Pamong Praja, di mana tiga nyawa melayang dan ratusan orang terluka parah dan ringan.

“Gubernur DKI Jakarta, kapolri dan beberapa menteri bahkan presiden ikut turun tangan dan menganggap Mbah Priok merupakan tokoh yang berjasa sebagai pengislam masyarakat Betawi di masa lalu. Bahkan Presiden SBY membenarkan Mbah Priok adalah tokoh penting sejarah sebab itu makamnya situs sejarah,” kilahnya.

Rasa hormat dan pemujaan terhadap nenek moyang yang sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia serta membuat jalan berbagai mitos untuk dikreasikan terus dan mempunya nilai komersil serta bersifat omnipresent alias ada dimana-mana di Indonesia.

“Hal ini kultus orang suci merupakan tradisi yang kuat berdiri di belakang layar kehidupan sehari-hari  masyarakat Indonesia. Mereka tak peduli dengan persoalan fakta atau fiksi di dalam semangat ekonomi kebutuhan spiritual,” ucapnya.

Lain halnya dengan guru besar UIN Jakarta Prof Dr Bambang Pranowo, ia menyikapi bahwa tradisi ziarah masyarakat Indonesia pada dasarnya bisa diaktualisasikan yang lebih bermakna.

“Karena di dalamnya ada makna sejarah maupun ritual, yang disebabkan beberapa faktor seperti faktor sosial, nilai-nilai agama, relijius, serta tradisi yang sudah melekat di kalangan masyarakat, yang terpenting ambil positifnya,” kilahnya.