Tiga Jam di Cikeas

Tiga Jam di Cikeas

DI luar dugaan dan rencana,akhirnya kaki saya menginjak Cikeas,rumah kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Minggu malam lalu.

Acara pokok: silaturahmi bersama Ketua Partai Demokrat yang berlangsung tiga jam (19.00–22.00 WIB), dihadiri sekitar 100 tamu undangan. Jangankan SBY yang juga sebagai presiden, undangan Pak Lurah pun saya berusaha datang. Acaranya benar-benar silaturahmi. Setelah tuan rumah memberi pengantar berdiri di atas podium semua tamu satu per satu diminta untuk mengenalkan diri agar saling mengenal, meskipun sekilas. Banyak wajah asing bagi saya. Sebagian besar alumnus pendidikan luar negeri, terutama Amerika Serikat (AS), yang sekarang bergerak dalam dunia bisnis keluarga dan sebagian lagi aktif di berbagai lembaga profesional.

Dari segi materi, saya yakin mereka sudah mapan. Secara intelektual memiliki latar pendidikan yang bagus-bagus. Bahkan ada di antara mereka bahasa Indonesianya masih terpatah-patah karena setiap harinya berbicara bahasa asing. Belasan tahun umurnya dihabiskan di luar negeri. Sebagai pencetus, pendiri, dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY cukup kreatif dan cerdas mengundang jajaran profesional muda untuk mengenal secara langsung SBY dan Partai Demokrat dalam suasana santai,terbuka,dan para tamu tidak dibebani komitmen apa pun. Forum ini mestinya juga dilakukan semua partai politik (parpol),yaitu bagaimana menggaet simpatisan dan sekaligus memberikan pendidikan politik bagi rakyat.

Apa pun niatnya, malam itu SBY langsung memimpin pertemuan secara santai, menjelaskan perjalanan Partai Demokrat dari kelahirannya sampai kemenangan Pemilu 2009 melalui bahasa gambar di layar.Dari kualitas gambar-gambar yang ditayangkan, kelihatan bahwa Partai Demokrat berhasil menggaet pakar-pakar teknologi informatika untuk menarik simpati massa agar mendukung Partai Demokrat dan memilih SBY sebagai presiden. Strategi pencitraan partai dan dirinya sangat mengesankan dan unggul dibandingkan parpol lain.

Sekali lagi,program seperti ini selayaknya dilakukan semua parpol. Undang kalangan intelektual, profesional, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk berdialog dengan para pimpinannya dan diberi penjelasan tentang sejarah, filosofi, dan posisi parpol dalam konteks keindonesiaan. Juga prestasi-prestasinya. Dengan begitu, terlepas seseorang akan menjadi kader parpol ataukah tidak, dia akan memperoleh penjelasan objektif dan otentik setiap parpol di Indonesia langsung dari pimpinan dan pengurus inti. Penjelasan terpenting yang saya catat dari pertemuan malam itu adalah bahwa Partai Demokrat secara ideologis mengambil posisi “tengah”.

Pilihan tengah ini bukannya tidak tegas, kata SBY,melainkan pilihan sadar dan strategis setelah mengkaji saksama sejarah dan realitas sosial-politik dan keagamaan di Indonesia.Dengan menampilkan gambar kurva normal, ditekankan bahwa sesungguhnya ideologi politik dan keagamaan yang terlalu ekstrem ke kanan maupun ke kiri tidak cocok untuk masyarakat Indonesia yang pluralistis dan moderat ini. Ini semua pernah dibuktikan dalam sejarah Indonesia. Gerakan komunisme yang terlalu ke kiri dan gerakan politik keagamaan yang ingin mendirikan negara Islam semuanya tidak laku, hanya didukung kelompok kecil.

Ujungnya berantakan. Dengan melihat kenyataan ini, tegas SBY, Partai Demokrat ingin jadi jangkar yang tegak kokoh di tengah untuk menjaga stabilitas politik,sosial,dan keagamaan di Indonesia. Oleh karena itu,karakter Partai Demokrat adalah “nasionalis- religius”dengan pendekatan yang cerdas,santun,dan damai. Sebagai pencetus dan aktor utama Partai Demokrat, malam itu SBY tampil mengesankan,layaknya seorang profesor memberi kuliah umum bagi mahasiswa pascasarjana. Penjelasannya runtut,jernih,logis dan itu sangat cocok untuk para tamu undangan malam itu yang kelihatannya komunitas profesional yang memang asing dengan parpol. Pukul 10 malam, acara diakhiri tanpa tanya jawab.

“Lain kali kita bertemu lagi untuk berdialog (mengenai) persoalan bangsa,”katanya. Malam ini sekadar pengantar dan perkenalan tentang apa, siapa,dan hendak ke mana Partai Demokrat. Terbayang di benak saya,kalau saja semua parpol mampu meraih simpati,dukungan,dan partisipasi putra-putra terbaik bangsa ini,lalu mereka menjadi anggota DPR atau eksekutif, maka demokrasi akan tumbuh sehat.Dengan catatan mereka tetap menjaga integritas dan profesionalitas dalam bekerja. Saya jadi teringat, dua kali diundang sebagai narasumber di Senayan, setelahnya pulang dengan hati kecewa dan sedih.

Mengamati sekilas latar belakang pendidikan mereka serta penampilannya dalam dialog itu rasanya mereka bukanlah orang yang tepat duduk di sana.Tentu saja ada beberapa orang yang bagus dan mumpuni. Akhirul kalam, saya ingin diundang oleh pimpinan parpol lain seperti yang saya alami tiga jam di Cikeas itu.Kumpul bersama temanteman aktivis-intelektual dan profesional untuk menyehatkan kehidupan politik dan demokrasi demi menyejahterakan rakyat.(*)