Sidney Jones: Ambil Pelajaran dari Marawi

Sidney Jones: Ambil Pelajaran dari Marawi

[caption id="attachment_19567" align="aligncenter" width="800"]Dr. Sidney Jones Dr. Sidney Jones[/caption]

Gedung FISIP, BERITA UIN Online— Pemerintah Indonesia diharap bisa menarik pelajaran penting dari konflik kekerasan berbaris radikalisme keagamaan kota Marawi, Filipina. Selain itu, perguruan tinggi keagamaan Islam negeri seperti UIN, IAIN, dan STAIN di Indonesia juga perlu memikirkan untuk menarik dan mendidik generasi muda Marawi untuk dididik dalam tradisi akademik Islam Indonesia yang moderat.

Demikian disampaikan Direktur Institute for Public Analysis of Conflict (IPAC), Dr. Sidney Jones, saat menyampaikan pidato kunci dalam konferensi internasional bertajuk Southeast Asian Islam: Religious Radicalism, Democracy, and Global Trends di Gedung FISIP, Kamis (10/8/2017).

Kendati kemungkinan konflik ala Marawi tidak cukup berpeluang terjadi di Indonesia, namun Sidney Jones tetap meminta pemerintah Indonesia tetap mewaspadai pengulangan konflik atau dampak ikutannya. “Kewaspadaan tetap saja diperlukan,” tegasnya.

Selain batas geografis yang cukup dekat sehingga memungkinkan terjadinya arus keluar masuk  para ekstrimis, kewaspadaan juga dibutuhkan mengingat adanya kemungkinan simpati atas dasar kesamaan ideologi radikal.

Sejak beberapa bulan terakhir, Marawi, kota Muslim dan ibu kota dari provinsi Lanao del Sur di pulau Mindanao, Filipina, alami karut marut menyusul konflik kekerasan sejak 23 Mei 2017 lalu. Kelompok militant Maute dan jihad Salafi Abu Sayyaf yang berafiliasi dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) atau Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL) mendorong pecahnya konflik kekerasan di kawasan Marawi.

Sejak konflik pecah, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, sendiri mendeklarasikan darurat militer di seluruh wilayah Mindanao dan menggempur habis-habisan kelompok tersebut. Sulitnya medan dan adanya ekstrimis luar daerah yang masuk membuat darurat militer kembali diperpanjang akhir pertengahan Juli lalu.

Konflik kekerasan sendiri sudah menyisakan banyak kerugian dan korban jiwa. Selain infratruktur publik dan pemukiman penduduk yang rusak, kekacauan, ribuan jiwa mengungsi atau terjebak di wilayah konflik. Bahkan, ratusan jiwa meninggal sejak pecahnya kekerasan.

Terkait konflik Marawi, analisis Sidney Jones melihatnya cukup kompleks. Menurutnya, konflik Marawi menjadi sangat kompleks karena banyak faktor yang saling terjalin.

Selain banyaknya organisasi sipil militer dengan ideologi keagamaan yang kaku dan belakangan bergabung dengan ISIS/ISIL, kondisi masyarakat Marawi juga diwarnai ketimpangan ekonomi dibanding wilayah lain di Filipina. “Penegakan hukum di wilayah setempat juga jadi faktor yang tak bisa diabaikan,” ucapnya.

Selain pemerintah, lanjut Direktur Human Rights Watch untuk Asia (1989-2002), perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia juga perlu memikirkan respon yang diberikan bagi warga Marawi yang mayoritas Muslim. Respon bisa diberikan dengan memberikan pendidikan anak-anak muda Marawi.

Selain menyelamatkan mereka menjadi korban konflik kekerasan, pemberian akses pendidikan di lembaga pendidikan tinggi Islam Indonesia yang moderat bisa menjadi investasi jangka panjang lahirnya masyarakat Muslim yang toleran. “Pemberian akses pendidikan bisa menjadi solusi jangka panjang terbentuknya komunitas Muslim Marawai yang damai dan toleran,” katanya.

Sidney Jones ditunjuk menjadi pembicara utama dalam konferensi internasional yang digelar PPIM UIN sepanjang Selasa-Kamis (8-10/8/2017). Selain perempuan yang pernah tergabung dalam International Crisis Group sebagai Direktur Program Asia Tenggara, konferensi yang dihadiri puluhan peneliti dari berbagai lembaga pendidikan dan riset, menghadirkan dua pembicara kunci lain, Prof. Dr. Imtiyaz Yusuf dari Center for Buddhist-Muslim Understanding pada College of Religious Studies, Mahidol University, Thailand, dan Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin, komisioner pada The Independent Permanent Human Rights Commission. (farah nh/yuni nurkamaliah/zm)