Puasa dan Al-Qur’an

Puasa dan Al-Qur’an

Ketua Senat UIN Jakarta Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar

“Dan (beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan bathil” (Q.S. al-Baqarah : 185)

Setiap tanggal 17 Ramadhan, Kaum Muslimin di Indonesia memperingati peristiwa suci, turunnya al-Quran atau dikenal sebagai malam Nuzulul Qur’an. Sebuah peringatan atas turunnya kitab suci al-Qur’an kepada Rasulullah Muhammad SAW di gua Hira untuk menjadi pedoman hidup bagi umat Islam di dunia hingga akhir zaman.

Dalam pewahyuannya, al-Qur’an diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad. Cara turun bertahap ternyata memiliki beberapa hikmah. Diantaranya, meneguhkan hati Rasulullah dan para sahabatnya, menjadi tantangan dan mukjizat, relevan dengan pentahapan hukum dan aplikasinya, menguatkan bahwa al-Qur’an benar-benar datang dari Allah SWT.

Sejarah membuktikan bahwa banyaknya agama-agama yang berkembang di dunia ini, yang masing-masing mempunyai kitab suci sebagaimana pedoman hidup penganutnya dan kepada umat manusia pada umumnya. Namun, kedudukan mereka tidak seistimewa Al-Quran.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan belakang, Al-Quran membuktikan diri sebagai kitab suci yang sangat istimewa. Dilihat dari aspek apapun, al-Quran menunjukan keistimewaan tersebut. Mulai dari gaya bahasa, kekayaan kandungan, hingga relevansinya yang universal, merangkum kebutuhan di segala zaman dan geografik.

Dilihat dari kandungannya, al-Quran memuat sejumlah ayat penanda ilmiah. Sebagai penanda ilmiah, al-Quran menyajikan berbagai rahasia yang terungkap sejalan dengan perkembangan sains dan ilmu pengetahuan modern. Satu hal yang barangkali sulit dilakukan pada masa kehidupan jahiliah Arab.

Pada saat al-Quran diturunkan, misalnya, ilmu kedokteran di tanah Arab pastilah belum berkembang. Dunia Arab kala itu masih dikungkung tradisi primitif dan takhayul. Namun demikian, al-Quran juga mengatakan “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air man (yang disimpan) didalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Kemudian tulang itu kami bungkus dengan daging. Sesudah itu Kami jadikan ia makhluk yang berberntuk lain. Maka Maha Suci Allah Pencipta Yang Paling Baik,” (QS Al-Mukmin : 12-14).

Begitupun pada mulanya, ahli-ahli falak menetapkan bahwa matahari itu tetap dan tidak berjalan (beredar). Sebaliknya, bumi lah yang beredar dengan mengelilingi matahari. Namun, justru al-Quran menegaskan bahwa matahari juga berjalan pada poros edarnya. Allah berfirman: “Dan matahari itu beredar ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui,” (QS Yasin : 38). Dan, untuk membuktikan apa yang disampaikan al-Qur’an, manusia membutuhkan waktu ratusan-ribuan tahun setelah melalui serangkaian penemuan ilmiah.

Demikianlah keagungan al-Quran. Ia turun sebagai pedoman sekaligus kumpulan rahasia yang mengharuskan manusia menyingkapnya. Kitab yang Agung, turun pada bulan yang Agung.

Disarikan oleh Syarifaeni Fahdiah dari kultum Ramadhan Prof. Dr. HM. Atho Mudzhar, MA di Masjid Al-Jami’ah UIN Jakarta, Kamis 23 Juni 2016.