"Program Pascasarjana Itu Bersifat Ad Hoc"

"Program Pascasarjana Itu Bersifat Ad Hoc"

Beberapa bulan lalu pascasarjana UIN Jakarta merubah nomenklaturnya dari program pascasarjana (PPs) menjadi sekolah pascasarjana  (SPs). Perubahan itu menyusul ditetapkannya Prof Dr Azyumardi Azra sebagai Direktur baru lembaga tersebut pada 12 Januari 2007 lalu. Perubahan itu menyembulkan harapan besar dari sejumlah kalangan atas kemajuan dan perkembangan pascasarjana UIN Jakarta. Lembaga ini diharapkan tidak hanya melaksanakan tugas utamanya sebagai lembaga pendidikan, lebih dari itu, menjadi ujung tombak dalam mengawal UIN Jakarta menjadi universitas riset menuju universitas kelas dunia. Melalui reformasi dan penambahan sarana kelembagaannya, pascasarjana UIN Jakarta dapat menjadi sayap bagi UIN Jakarta mengembangkan riset. Di balik harapan besar itu tersimpan sejumlah pertanyaan seputar alasan perubahan, rencana pengembangan, potrek nyata perkembangan kelembagaan, serta peluang dan tantangan pengembangan pascasarjana UIN Jakarta. Untuk mengetahuinya, A. Musthafa dari UINJKT Online berkesempatan mewawancarai Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra. Berikut petikannya.  

Beberapa bulan lalu, Program Pascasarjana (PPs) UIN Jakarta berubah nama menjadi menjadi Sekolah Pascasarjana (SPs). Atas dasar apa perubahan itu? 

Pertama, perubahan nama atau nomenklatur dari Program Pascasarjana (PPs) menjadi Sekolah Pascasarjana (SPs) didasarkan pada pertimbangan istilah “program” bersifat ad hoc atau sementara. Istilah ini muncul sebagai akibat dari pascasarjana tahun 1980-an yang lebih merupakan proyek. Proyek yang diselenggarakan Diknas atau Depag untuk menghasilkan doktor dan magister untuk memenuhi kebutuhan dan kualifikasi dosen di perguruan tinggi. Jadi sifatnya masih proyek. Karena sifatnya masih proyek, maka diberi nama program, Program Pascasarjana. Program dan proyek bersifat ad hoc. Perlu diketahui, pascasarjana adalah satu struktur yang tidak ada dalam keuangan negara, berbeda dengan fakultas, struktur yang dibiayai negara. Karenanya para pejabatnya dibiayai negara. Pascarajana tidak termasuk dalam struktur itu. Pembiayaan pascasarjana sepenuhnya dari proyek departemen terkait dan dari universitas sendiri. Karena perkembangan pesat, kini di tingkat UIN, tingkat nasional, dan internasional, istilah program tidak memadai lagi, apalagi UIN Jakarta mengembangkan ke arah universitas riset, maka kelembagaan pascasarjananya harus kuat, secara akademik harus lebih mapan dan establish, bukan proyek yang sifatnya ad hoc, maka diubah istilahnya dengan Sekolah Pascasarjana.  Selain itu, istilah Sekolah Pascasarjana lebih sesuai dengan nomenklatur yang ada di internasional, yaitu graduate school, yang berarti Sekolah Pascasarjana. Jadi itulah alasannya. Kita berharap perubahan nama itu memperkuat kelembagaan. 

Bagaimana Anda melihat kondisi Pascasarjana sekarang? 

Pascasarjana yang ada sekarang masih merupakan pascasarjana IAIN, artinya program-program yang ada masih bidang agama. Ini tidak cocok, tidak selaras dengan kemajuan pada lembaga induknya, yang sudah berubah menjadi UIN dan sudah ada fakultas-fakultas umum seperti fakultas ekonomi, sains dan teknologi, kedokteran, dan psikologi. Pascasarjana sekarang harus dikembangkan menjadi Pascasarjana UIN.  

Bagaimana dengan sistem administrasinya? Sejauh ini tidak ada masalah tinggal mengonsolidasikan yang ada, sehingga mampu mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang semakin mendesak hari-hari ini dan akan datang.  

Bagaimana dengan pelayanan kepada mahasiswa? 

Penting meningkatkan pelayanan bagi mahasiswa. Meski memang memberikan pelayanan agak terlambat, tapi kami akan upayakan. Kalau di UIN Jakarta, pengisian KRS Online sudah diberlakukan sejak satu tahun kemarin. Kami di pascasarjana baru mau mulai semester tahun ini. Peningkatan pelayanan KRS Online sedang digalakan. Kemudian juga penyediaan fasilitas-fasilitas belajar bagi mahasiswa, penyediaan laboratorium komputer, di mana mereka bisa mengetik, menyiapkan makalah, disertasi mereka, di samping ada fasiltias common room, ruang bersama untuk diskusi, santai, baca koran, dan lihat internet gratis.  

Anda menyebutkan Pascasarjana sekarang belum mendukung lembaga induknya, UIN Jakarta yang tengah mencapai universitas riset menuju universitas kelas dunia. Seberapa cepat waktu yang dibutuhkan Pascasarjana untuk mendukungnya?  

Kita usahakan secepat mungkin, kalau bisa tahun yang akan datang sudah ada Pascasarjana dengan bidang-bidang yang lain secepat mungkin, lebih cepat lebih baik. Ya kita lakukan apa saja yang mungkin tanpa harus menunggu lengkap dulu, sama saja dulu perubahan IAIN menjadi UIN: orang mungkin membayangkan bertahun-tahun, dan memang kenyataannya bertahun-tahun pengalaman IAIN lain, tapi pengalaman UIN Jakarta lain, dan merupakan UIN pertama sejak 2002 telah jadi, sedangkan yang lain baru 2005.  

Kapan rencana membuka bidang-bidang umum di Pascasarjana akan direalisasikan?  

Kami harapkan dalam waktu dekat bisa membuka S2 psikologi, sains dan teknologi, ekonomi, dan manajemen. Ya secepatnya, kami berharap tahun akademik September 2007 sudah ada yang dibuka, karena kami sekarang tengah mempersiapkan proposal-proposal izin dari Dikti, Diknas. Kami akan urus secepatnya. 

Banyak perguruan tinggi (PT)  yang membuka Pascasarjana, bagaimana pascasarjana UIN Jakarta mensiasati itu?  

Karena memang banyak PT membuka program S2 kajian Islam atau pascasarjana, seperti di Yogyakarta, Aceh, Surabaya, Makasar, dan Padang, maka pada tingkat S2 sesungguhnya jumlah peminat pascasarjana UIN Jakarta tidak sebanyak yang diharapkan. Tapi yang jelas karena posisi UIN Jakarta yang strategis, sumber dosen-dosennya terbaik di banding IAIN lain, paling banyak lulusan, dan paling banyak doktornya, maka pascasarjana UIN Jakarta memiliki daya tarik tersendiri.  Meski demikian tetap harus dikonsolidasikan, tidak bisa diperlakukan seadanya. Jadi harus publikasi yang banyak, sikap proaktif, tidak bisa menunggu. Sebab semakin banyak peminat di sini, maka semakin banyak kemungkinan kita mendapatkan calon-calon mahasiswa yang berkualitas. Kalau peminatnya sedikit, maka tingkat seleksinya pun sedikit berkurang, lain halnya kalau banyak peminatnya, kita bisa memilih mahasiswa-mahasiswa terbaik. Karena itu perlu promosi, seperti program S1, ikut SPMB, itu adalah dalam rangka promosi.  

Bisa Anda  jelaskan persentase mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta yang berasal dari UIN Jakarta sendiri dengan mahasiswa yang berasal dari PT lain?  

Saya belum mengetahui persis persentasinya. Sebagaian besar memang dari luar. Tadi, Senin (13/3), saya mengajar di kelas diketahui yang berasal dari luar ada 13 dan 3 dari UIN; dari 13 itu ada yang tamatan dari al-Azhar Kairo, UI dan perguruan-perguruan tinggi lainnya.  

Per tahun biasanya meluluskan berapa banyak mahasiswa? 

Saya tidak tahu pasti, tapi yang jelas, saya kira pascasarjana UIN bila dibanding pascasarjana lain, kami paling produktif, kami sudah menghasilkan doktor sekitar 490-an, saya kira belum ada di tempat-tempat lain yang meluluskan doktor setingkat itu, paling banter sekitar 100-an atau lebih dari itu.  

Sejauh ini bagaimana peran dan kontribusi pascasarjana UIN Jakarta dan mahasiswanya dalam merespon persoalan aktual yang terjadi di Indonesia? 

Pascasarjana secara kelembagaan memang tidak dimaksudkan untuk merespon itu, ini lembaga pendidikan dan riset. Kami tidak mengharapkan meresponi isu-isu sesaat. Tapi kalau pribadi mahasiswanya, dosen-dosennya sering meresponi itu. Ke depan mungkin isu-isu aktual itu akan diresponi oleh Institute for Advance Studies itu, kita harapkan lembaga itu yang akan merespon isu-isu aktual berkembang.  

 Apa yang ingin dikembangkan atau ditingkatkan dari Sekolah Pascasarjana? 

Kami mengharapkan SPS menjadi sayap riset, sayap unggulan UIN dalam bidang riset, karenanya proses pembelajaran akan diarahkan pada riset. Untuk memenuhi kriteria universitas riset, kami akan meningkatkan jumlah mahasiswanya, yaitu 25 persen dari mahasiswa UIN Jakarta harus mahasiswa pascasarjana. Kalau mahasiswa UIN sekitar 20.000-an, maka minimal mahasiswa pascasarjana sekitar 2000-an. Di samping juga akan dikembangkan sayap riset yang lebih advance. Segera kami akan bentuk Institute for Advance Studies, institut untuk studi lanjutan, jenisnya pusat studi lanjutan. Lembaga tersebut tidak akan menyelenggarakan pengajaran, tapi lebih pada riset isu-isu strategis.  

Dari banyaknya program yang direncanakan, apa sebetulnya program unggulan dalam pengembangan pascasarjana ke depan? 

Kita berharap semua program yang akan dikembangkan pada akhirnya akan menjadi program unggulan. Tapi sementara karena yang ada hanya kajian Islam, maka sementara ini program unggulan adalah mengembangkan untuk membuka S2 dan S3 bidang kajian umum. Ini sangat potensial sesungguhnya untuk kita kembangkan bukan hanya pada tingkat Indonesia, tapi pada tingkat internasional.  Kami segera membuka pascasarjana kajian Islam di Singapura dan Thailand. Sementara ini yang kami unggulkan, karena memang baru itu. Bila kami membuka S2 psikologi, ekonomi, manajemen atau lainnya kami juga merancang pascasarjana unggulan. Jadi tidak asal-asalan. 

Bisa Anda jelaskan peluang dan tantangan pengembangan pascasarjana ke depan? 

Sebenarnya peluang besar, tinggal keseriusan dari para pengelolanya. Peluangnya besar kerena IAIN sendiri sebagai perguruan tinggi yang top dan terhormat, top dan respected, bukan hanya di tingkat nasional yaitu dengan perguruan-perguruan tinggi lain. Tahun lalu saja UIN kelima terbaik pada SPMB, itu respected, punya nama. Apalagi kemudian terlibat dalam wacana nasional. Jadi peluangnya banyak. Sekarang tinggal mengkonsolidasikan semua potensi dan sumber itu. Tidak ada kesulitan tergantung pada etos kerja yang harus diciptakan terus menerus. []