PGRI: Rumah Perjuangan Guru

PGRI: Rumah Perjuangan Guru

Jejen Musfah   SETIAP 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Pada 2017 ini bertepatan dengan HUT ke-72 PGRI. PGRI merupakan satu di antara banyak organisasi guru yang ada di Indonesia. Lainnya seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Masih banyak yang lainnya.

Guru wajib berorganisasi. Dalam UU Guru dan Dosen  Tahun 2005 pasal 14 tegas tertulis, "Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen yang bertujuan untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat.

"Pasal ini mandul karena tidak semua guru sadar berorganisasi. Lebih sedikit lagi yang aktif. Tidak ada yang memaksa guru, dan tidak perlu dipaksa. Paling bisa dihimbau dengan cara baik dan dialog. Mengapa berorganisasi menjadi penting bagi guru?

Peningkatan Kompetensi  

Pertama, guru memerlukan wadah peningkatan kompetensi dan profesionalisme. PGRI misalnya, setiap tahun dan dalam rangka memperingati HGN dan HUT PGRI mengadakan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) bagi guru di tiap wilayah kabupaten/ kota. Meriah dan megah. Ada banyak baliho besar dan barisan guru berseragam di banyak wilayah NKRI.

Tidak hanya bidang olahraga dan seni, dilombakan juga Karya Tulis Ilmiah (KTI). PGRI juga melakukan pemilihan kepala daerah yang berdedikasi tinggi pada dunia pendidikan di wilayahnya. Ini tradisi baik dan mulia, meski memerlukan kerja keras dari setiap panitia.

Dalam perlombaan ada spirit persatuan, kekompakan, disiplin, kejujuran, pengorbanan, dan kerja sama. Nilai-nilai yang tidak cukup sekedar diajarkan di sekolah tetapi perlu dipraktikkan oleh setiap pendidik. Saatnya guru diuji bukan menguji. Di samping sebagai pengajar nilai, mereka harus mampu menjadi pelaksana nilai.

Potensi akademik dan nonakademik guru terwadahi dan tersalurkan dalam kegiatan ini. Pengakuan nyata bahwa setiap individu guru itu unik. Terampil, kuat, dan bagus dalam bidangnya masing-masing. Tidak setiap individu unggul dalam semua kecerdasan. Inilah praktik kecerdasan jamak Howard Gardner bagi guru oleh PGRI.

Seminar dan lokakarya pendidikan dilaksanakan dari tingkat pengurus besar hingga ranting. PGRI tidak bekerja sendiri tetapi bekerja sama dengan banyak pihak, seperti ASEAN Council of Teacher (ACT) + Korea Selatan, Educational International (EI), Telkom, Mikrosof, Bulog, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pengalaman guru terlibat kegiatan akademik di dalam dan di luar negeri merupakan strategi pembentukan guru profesional dan kompeten. Cirinya, guru bersedia terus belajar. Tidak ketinggalan zaman. Melek sains. Mengembangkan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Pemicunya mau membaca keberhasilan orang dan negara lain. Jika ada kesempatan berkunjung langsung.

Ukuran keberhasilan pembinaan guru oleh PGRI dan pemerintah adalah pengajaran yang menyenangkan, efektif, dan inovatif. Karena itu, dilombakan bidang kreativitas dan inovasi pembelajaran di kelas. Bentuknya karya ilmiah atau makalah. Makalah pemenang dan terpilih kemudian diterbitkan dalam jurnal ilmiah Pengurus Besar (PB) PGRI.

Rumah Perjuangan

Kedua , guru memerlukan rumah perjuangan. PGRI terlibat aktif dalam setiap masalah yang dihadapi guru, seperti persoalan hukum, kesejahteraan, status, dan profesi guru. Sepanjang tahun masalah-masalah ini muncul tanpa henti. Yang satu belum selesai muncul kasus baru. Biasa. Semua organisasi mengalami hal yang sama: menghadapi masalah dan menyelesaikannya.

Guru merupakan profesi mulia tapi sering tidak dipahami oleh orang tua murid. Alih-alih dihormati, guru malah dibui. Di daerah, guru juga jadi korban kekerasan orang tua siswa. Bukan berarti guru tidak pernah salah. Mereka bukan malaikat. Ada guru yang tega menganiaya dan melecehkan siswa. Prinsipnya: yang benar dibela dan yang salah dihukum.

Tunjangan profesi guru dan dosen sebesar satu kali gaji pokok adalah hasil perjuangan PGRI dan lainnya melalui jalur diplomasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu lahirnya UU Guru dan Dosen Tahun 2005. Tidak hanya guru aparatur sipil negara (ASN), semua guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi.

Di beberapa daerah, PGRI berhasil menambah kesejahteraan guru melalui serangkaian dialog panjang dengan bupati, wali kota, dan gubernur. Demikian juga status guru honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT) di beberapa daerah mendapatkan kepastian setelah memperoleh pengakuan dari pemerintah daerah karena usaha PGRI dan pemimpin daerah yang peduli guru.

Perjuangan masih panjang. Belum semua agenda perjuangan pendidikan PGRI berhasil, seperti pengangkatan guru honorer menjadi ASN tanpa tes, kekurangan guru SD dan SMP, Uji Kompetensi Guru (UKG) hanya untuk pemetaan kompetensi guru, penyatuan pembayaran gaji dan tunjangan profesi, dan administrasi guru yang sederhana alias simpel.

Sederet kerja baik dan benar itu tidak mulus. Jalannya berliku. Perlu keikhlasan, perjuangan, pengorbanan, dan kekompakan. Ada yang mengapresiasi, tapi tidak sedikit yang apatis bahkan mencemooh. Pasti perlu biaya. Dari mana? Iuran anggota PGRI. Meski iuran itu belum maksimal, PGRI terus berjalan maju. Berjuang demi guru Indonesia. Tidak melihat identitas: anggota PGRI atau bukan, negeri atau swasta, sekolah atau madrasah

Kerja keras dan ikhlas PGRI jelas belum dirasakan oleh semua guru. Jumlah guru sekitar 3 juta, tersebar di sekolah dan madrasah, dan di daerah-daerah terpencil. Butuh pengelolaan yang baik, profesional, dan canggih. Tidak manual tetapi elektronik. Memanfaatkan teknologi terkini.

Kekuatan PGRI adalah guru itu sendiri. Guru yang sadar pentingnya dan terlibat organisasi. Dalam organisasi guru bisa belajar bersama dan berjuang demi nasib guru yang lebih baik dan profesional. Guru profesional adalah kunci pendidikan bangsa yang baik. Bangsa bisa maju jika pendidikannya baik.

Guru harus menjadikan PGRI sebagai rumah perjuangan yang nyaman. Di dalamnya dirumuskan agenda-agenda perbaikan pendidikan Indonesia, khususnya mutu guru. Cita-cita ini bisa diraih dengan ringan dan segera manakala sinergi PGRI dengan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, terlebih sinergi PGRI dengan para guru, terjalin erat dan kokoh. Selamat merayakan HGN dan HUT PGRI ke-72. Maju dan bersinar pendidikan Indonesia. (Farah NH/ zm)

Penulis adalah Dosen Magister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Tim Ahli PB PGRI. Tulisan dimuat dalam kolom opini Koran Sindo pada hari Sabtu, 25 November 2017.