Mendidik Nafsu

Mendidik Nafsu

[caption id="attachment_11520" align="alignright" width="300"]Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA[/caption]

Oleh: Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA

Imam Al-Ghazali mengatakan dalam diri manusia itu terdiri dari dua hal yaitu panglima besar dan prajurit. Panglima besar adalah hati (qalb), sementara prajuritnya adalah seluruh anggota badan. Anggota badan itulah yang bertindak melakukan segala hal atas perintah panglima besar (qalb).

Menyerap intisari dari Al-Ghazali, saya ingin membagi manusia itu terdiri dari tiga hal yaitu  panglima besar, panglima operasional, dan prajurit. Panglima besar yang ada dalam diri manusia adalah hati atau qolb. Panglima operasionalnya adalah nafsu. Sedangkan prajuritnya adalah anggota badan seperti mata, mulut, kaki, telinga, tangan dan lainnya.

Panglima besar atau hati dalam diri manusia inilah yang memerintahkan kepada nafsu, dan nafsu boleh jadi menyimpang dari perintah panglima besar (hati). Sehingga nantinya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh manusia.

Hati sebagai panglima besar memiliki dua sifat yang berlawanan sebagaimana disebutkan oleh alquran yaitu pertama fujur atau tindakan negatif, dan yang kedua taqwa, yaitu tindakan positif.

Nafsu cenderung melaksanakan perintah paling mudah yang bersifat negatif. Karena itu maka ibadah puasa merupakan ibadah khusus yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat manusia untuk dilaksanakan pada bulan ramadhan. Maka bulan ramadhan menjadi bulan pendidikan nafsu atau tarbiyatun nafsi atau tahdzibun nafsi.

Hati manusia itu potensi yang liar, jika tidak dikendalikan akan menghancurkan manusia itu sendiri. Potensi yang banyak merusak manusia adalah nafsu yang ada dan bercokol di dalam dirinya. Jika nafsu tidak dikendalikan, maka akan terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang. Akan tetapi, jika nafsu diberikan pendidikan dan pelatihan, maka nafsu itulah yang mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.

Orang yang berbuat jahat, itu karena nafsu, dan nafsu mendapatkan perintah dari hati yang pada saat itu berada dalam posisi sifat fujur nya. Sedangkan nafsu yang mendorong seseorang berbuat baik itu adalah dorongan dari hati yang pada saat itu berada dalam keadaan posisi takwa (posisi sifat positif) yang mendorong nafsu untuk berbuat yang baik. Karena itu, nafsu memainkan peranan penting dalam diri manusia untuk mendorong manusia berbuat kebaikan dan mendorong manusia berbuat jahat.

Puasa itu imsakun nafsi. Yaitu menahan diri agar nafsu bisa mengarahkan diri kita kepada yang baik. Keinginan kita untuk makan, minum, berhubungan suami isteri adalah dorongan hawa nafsu.

Puasa di bulan ramadhan dengan kewajiban menahan diri dari makan dan minum dan berhubungan badan memberikan pendidikan dan latihan kepada nafsu agar melakukan dan mendorong diri manusia untuk bertindak secara profesional serta melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tuntunan agama.

Rasulullah pernah menyatakan bahwa nafsu manusia itu tidak terkendali, semua diinginkan oleh nafsu. Yang baik diinginkan dan yang buruk pun diinginkan, selama yang buruk itu menyenangkan bagi dirinya.

Nafsu manusia tidak pernah punya batas keinginan dan kemauannya. Karena itu maka ibadah puasa yang diwajibkan kepada kita menjadi sarana untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada nafsu agar tidak liar dalam menginginkan sesuatu. Nafsu tidak boleh liar dalam kaitannya dengan seluruh hal sampai dia mengenal mana yang diharamkan dan mana yang dihalalkan.

Semoga dengan ibadah puasa di bulan ramadhan ini, kita semua menjadi orang-orang yang mampu mengendalikan nafsu untuk diarahkan kepada hal-hal yang baik. Karena tanpa adanya nafsu, maka tidak ada gairah atau semangat dalam hidup kita. Untuk itu nafsu kita arahkan kepada hal-hal yang baik sehingga menjadi nafsu muthmainnah. Aamiin ya rabbal aalamiin

Disarikan oleh Nur Jamal Shaid dari kultum Ramadhan Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA di Mesjid Al-Jami’ah UIN Jakarta, Kamis 16 Juni 2016.