Mahasiswa Magister SPs Teliti Genealogi Studi Hukum Islam di PTKIN

Mahasiswa Magister SPs Teliti Genealogi Studi Hukum Islam di PTKIN

Gedung SPs, Berita UIN Online— Hukum Islam sebagai bidang kajian akademik pada Perguruan Tinggi Keagama Islam Negeri (PTKI) mengalami pergeseran sejak terbentuknya IAIN pada tahun 1960. Transformasi keilmuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase. Fase pertama, pencarian orientasi (kiblat) studi dengan kerangka konstruksi pendekatan kontekstual (1960-1980). Fase kedua,  pembentukan kiblat studi dengan pendekatan sosiologi-historis (1980-2000). Fase ketiga, pelestarian kiblat studi dengan penguatan tradisi penelitian dalam paradigma integratif-konstruktif  antara keilmuan Barat dan Timur Tengah (2000-2015).

Hal di atas disampaikan Wildani Hefni, mahasiswa Program Magister Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta, saat mempertahankan tesisnya dengan Judul Genealogi Studi Hukum Islam Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Indonesia (2010-2015) pada sidang tesis, Kamis (13/4/2017). Hadir sebagai penguji Prof Dr Masykuri Abdillah, Prof Dr Arskal Salim, Prof Dr Didin Saifudin, dan Prof Dr Asep Saepudin Jahar selaku pembimbing.

Dalam tesisnya, Wildani Hefni menjelaskan bahwa dari tiga fase yang telah terbentuk itu kemudian memunculkan dua tipologi studi hukum Islam di PTKI yakni kontekstualisasi mazhabi dan rekonstruksi interpretatif. Dua tipologi ini berjalan dalam rantai genealogis yang fleksibel tanpa sekat sistem atau pun batasan formal-struktural.

“Bukti dari adanya tipologi yang tanpa batas ini ditunjukkan dengan perkembangan studi hukum Islam integratif di perguruan tinggi keagamaan dengan memadukan ilmu-ilmu sosial dalam paradigma, metode dan konstruk analisis ketika melakukan kajian hukum Islam,” terang pria kelahiran Sumenep 7 November 1991 ini.

Wildani Hefni atau yang sering dipanggil Wildan menambahkan bahwa studi hukum Islam tidak terlepas dari realitas kehidupan masyarakat yang beragam sehingga diskursusnya secara dinamis memunculkan nuansa dan perspektif baru yang secara nasab merupakan anotasi dari karya lama.

“Hukum Islam tumbuh dalam kerangka keragaman (diversity), dinamis dan berubah (change) serta berada dalam basis jaringan keilmuan dari mata rantai intelektual antar generasi (continuity),” lanjut penerima penghargaan santri mahasiswa produktif tahun 2013 dari Kementerian Agama RI dalam rangka Hari Amal Bakti ke-66 ini.

Kesimpulan penelitian Wildan mendukung tesis Mahsusn Fuad (2003) dan Noorhaidi Hasan (2012) yang menyatakan bahwa hukum Islam dapat menyesuaikan dengan konteks perubahan di masyarakat dalam rangka menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi. Dalam konteks ini hukum Islam di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam lahir dalam rangka memformulasikan hukum Islam sesuai dengan perkembangan zaman.

“Hasil penelitian ini menolak pernyataan J.N.D Anderson (1976) yang menyimpulkan bahwa hukum Islam lahir dan tumbuh mutlak sebagai wahyu Tuhan yang dituangkan dalam teks dan bergantung kepada kebijakan penguasa,” tambahnya lagi.

Lebih lanjut, pria yang saat ini bekerja sebagai staf di lingkungan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kemenag RI menjelaskan bahwa dua tipologi yang terbentuk dari tiga fase seperti dijelaskan di awal menghasilkan model kajian yang berbeda.

“Tipologi pertama yakni kontekstualisasi mazhab cenderung menjadi upaya penemuan dan perluasan bagi berlakunya ketentuan hukum melalui pola fikih mazhab, baik prosedural tekstual maupun metodologis. Sedangkan tipologi kedua, rekonstruksi interpretatif, lebih sebagai penemuan dan perluasan bagi berlakunya ketentuan hukum yang diuasahakan melalui metode alternatif dan mengarah pada penataan ulang nas-nas hkum dan melewati proses dialogis antar teks,” pungkasnya.

Ujian tesis ini berhasil menjadikan Wildani Hefni sebagai master lulusan ke-2276 yang berpredikat kumlaude dengan IPK 3,67. Selain itu, tesis ini juga dinobatkan sebagai honorable mention beasiswa Mizan 2017. (Farah/Wildan/zm)