"KKN UIN Jakarta Berhasil Dilaksanakan"

"KKN UIN Jakarta Berhasil Dilaksanakan"

 

MAHASIWA UIN Jakarta selama sekitar sebulan lalu (Agustus 2008) diterjunkan ke masyarakat untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata atau KKN di berbagai wilayah di Jawa Barat dan Banten. Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan pelaksanaan KKN, berikut wawancara Nanang Syaikhu dari UINJKT Online dengan Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Dr Daud Efendy MA. Petikannya:

 

Apa tanggapan Anda tentang pelaksanaan KKN sekarang?

KKN tahun ini berjalan dengan baik dan lancar, walaupun ada beberapa hal yang masih kurang, terutama masalah pendanaan. Namun demikian, itu tidak mengurangi keberhasilan KKN yang dilakukan seluruh peserta. Pada umunya peserta di lokasi KKN merasa senang saja, karena tanggapan masyarakat baik.

 

Apa saja tanggapan masyarakat itu?

Masyarakat merasa senang dan bergembira dengan kehadiran mahasiswa melakukan KKN di wilayahnya. Bahkan ada masyarakat yang memberikan fasilitas seperti tempat tinggal, termasuk juga konsumsi dan sebagainya. Jadi, KKN sekarang boleh dikatakan berhasil.

 

Lantas, adakah hal menarik bagi peserta KKN?

Ada. Di wilayah tertentu ada temuan-temuan yang didapatkan mahasiswa. Misalnya temuan di masyarakat, seperti krisis kepemimpinan formal yang terjadi di Kabupaten Bogor, khususnya di Kecamatan Nyalindung. Jadi masyarakat di sana, di strata bawah, tidak ada lagi ketua RT. Alasannya ketika menjabat ketua RT tidak amanah. Kalau fenomena ini berjalan terus akan mengarah ke yang lebih besar, negara ini bisa hancur, akan terjadi negara tanpa pemerintahan. Ini bisa menjadi awal dari proses kehancuran sebuah negara.

 

Seberapa besar KKN memiliki nilai urgensi bagi mahasiswa?

Kalau kita bicara urgensi, KKN itu sangat urgen sekali. Mahasiswa bisa melihat secara langsung kondisi kehidupan real di masyarakat. Temuan mahasiwa lain, misalnya ada sebuah organisasi keagamaan yang dinamakan ”Kandang Rasul”. Kelompok ini mengakibatkan keresahan di masyarakat, tapi mahasiswa kita bersama masyarakat dapat menyelesaikan hal itu tanpa terjadi gesekan di masyarakat. Kalau masalah klasik lainnya, seperti penggunaan loudspeaker, seperti di Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, itu masalah biasa sajalah, masalah khilafiyah. Bahkan, ada juga masyarakat mengharamkan kamera.

 

Urgensi bagi perguruan tinggi?

Urgensi bagi perguruan tinggi adalah KKN tak lain untuk mencairkan pandangan masyarakat bahwa perguruan tinggi itu seperti menara gading. Nah, dengan mahasiswa terjun ke masyarakat maka masyarakat mendapat berkah dari kegiatan mahasiswa tersebut. Di samping itu, mahasiswa juga merupakan corong kampus, yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Ketika kampus diterpa pandangan yang miring, maka mahasiswa harus memberikan penjelasan yang memadai. Misalnya, kampus kita selama ini dipandang sebagian berorientasi pada sekularisme, pluralisme, dan liberalisme bahkan tempat berkembangnya neo-komunisme. Dengan adanya mahasiswa yang ber-KKN mereka dapat menjelaskan kepada masyarakat tentang pendapat miring tersebut. Oleh karena itu, penjelasannya harus didasarkan pada sesuatu yang beralasan akademik, dan itu harus dilihat dari kurikulum yang dikembangkan di UIN Jakarta. Apakah kurikulum setelah dikaji tadi mengarah pada pandangan miring tersebut, ternyata tidak. Barangkali saja pandangan miring tersebut dilakukan oleh oknum atau orang-orang tertentu yang menamakan dirinya orang UIN Jakarta, kemudian dia punya pendapat pribadi yang dinilai masyarakat miring, maka masyarakat mengatakan bahwa hal itu seolah-olah merupakan suara atau pandangan UIN Jakarta. Itu kan tidak bisa digeneralisir antara UIN Jakarta sebagai universitas dengan dosen sebagai pengajar.

 

KKN merupakan salah satu pengalaman Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bagaimana kaitan dengan dharma pendidikan dan pengajaran?

Secara akademik KKN ini dikaitkan dengan tercantumnya di dalam kurikulum. KKN juga diberi bobot sebesar 4 SKS, itu yang kita sebut landasan akademik KKN. Kalau KKN tidak dijalankan tentu tidak sesuai dengan kurikulum yang dijalankan oleh UIN Jakarta sendiri. Otomatis KKN merupakan suatu kewajiban, kalau KKN bukan suatu kewajiban berarti tidak perlu masuk kurikulum. Jadi, konsekuensinya perguruan tinggi harus menjalankan KKN itu. KKN itu juga termasuk pembelajaran mahasiswa langung di masyarakat yang heterogen tadi. Jadi, di situ masyarakat mempelajari kondisi wilayah dan masyarakat mahasiswa yang ber-KKN. Mereka bisa melihat secara langsung kondisi masyarakat dari segi keagamaan, sosial-budaya, ekonomi, dan lain-lain. Itu kan termasuk sesuatu yang layak. Karena toh nantinya, mahasiswa yang telah selesai kuliah akan kembali ke masyarakat. Mahasiswa nanti diharapkan ketika terjun ke masyarakat, setelah KKN, persoalan masyarakat dia bisa diselesaikan. Jadi, KKN itu untuk pembelajaran sosial, mengatasi problem sosial di masyarakat.

 

Bagaimana sebenarnya implementasi KKN sebagai bagian dari Tri Dharma PT?

Memang pengabdian masyarakat termasuk di dalamnya KKN itu merupakan bagian pelaksanaan tri dharma PT. Yang pertama pendidikan dan pengajaran yang pada umunya dilkasanakan oleh fakultas-fakultas, kedua penelitian yang secara struktural dilaksanakan lembaga penelitian, dan ketiga pengabdian masyarakat yang secara kelembagaan dilaksanakan LPM. Jadi, tri dharma PT menurut amanah PP No. 60 tahun 1999, merupakan kewajiban PT di Indonesia. Jadi kalau tidak melaksanakan berarti tidak konsisten pada PP. Kemudian, pelaksanaan lebih lanjut di PT berpedoman pada lembaga yang memayungi PT itu sendiri. Misalnya UIN Jakarta payungnya Departemen Agama (Depag). Depag dalam konteks KKN memberikan pedoman-pedoman pengabdian masyarakat yang di dalamnya secara eksplisit disebutkan, yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam pada tahun 2001. Nah, itulah yang kita jadikan pedoman sebagai payung hukum. KKN sendiri pelaksanaan mendapatkan payung hukum. Dengan adanya KPK, kalau kita asal-asalan dalam melaksanakan tugas dan fungsi, kita akan terkena permasalahan hukum. Jadi kita hati-hati sekali.

 

Apa harapan Anda dengan KKN ke depan?

Tentu saja, dengan disebutkan KKN masuk dalam kurikulum yang bobotnya 4 SKS, dalam benak LPM itu mesti ada dana yang mengalir lewat KKN. Untuk kami, semoga dana KKN tahun ke depan ada kejelasan. Peraturan di Dipertais (Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam) mengenai pelaksanaan KKN, memang di situ dana berasal dari PT yang bersangkutan, kedua dari mahasiswa dan ketiga dari pihak lain yang tidak mengikat. Sebenarnya dari pedoman itu, LPM dapat menarik dana dari mahasiswa dengan peraturan itu. Entah tekniknya disatukan ketika mahasiswa membayar SPP, atau cara lain dengan mengangsur. Namun, ini kan harus ada kesepakatan dari pimpinan. LPM tidak bisa mengambil langkah sendiri. Saya rasa nanti pimpinan, dalam hal ini rektor, bisa mengundang semua fakultas dan unit-unit terkait untuk membicarakan masalah ini. Sebab kalau tidak dibicarakan, nanti akan terus-menerus menjadi persoalan. Seperti sekarang karena tidak clear, timbul protes dari mahasiswa.

 

Jadi, ke depan perlu pelaksanan KKN yang lebih integratif. Begitu?

Sebenarnya kita juga telah melakukan evaluasi dari pelaksanaan KKN tahun lalu. Yang namanya KKN universitas itu terdiri dari mahasiswa, tiap fakultas sebagai perwakilan. Mahasiswa yang ber-KKN merupakan kumpulan dari berbagai fakultas yang komprehensif. Jadi, masing-masing kelompok KKN mencerminkan fakultas yang ada di universitas. Dengan demikian masyarakat mendapatkan suatu yang menggambarkan adanya keilmuan yang dibangun di UIN Jakarta ini. Misalnya, di suatu daerah ada wabah penyakit tertentu, mahasiswa kedokteran UIN Jakarta bisa mengadakan penyuluhan agar penyakit tersebut tidak mewabah.

Tidak ideal kalau satu kelompok hanya terdiri dari satu fakultas saja, itu tidak mencerminkan pedoman Dipertais. Jadi, gambaran masyarakat kalau yang turun satu fakultas saja, akan ada gambaran masyarakat UIN Jakarta itu hanya memiliki fakultas dakwah saja misalnya. Ke depan kita akan mencoba membenahi persepsi tentang pengabdian masyarakat dalam hal ini KKN.

 

Â