Kekuatan Tradisi Agama

Kekuatan Tradisi Agama

 

Dalam perjalanan sejarahnya, ajaran agama dan tradisi lokal saling berbaur dan tidak bisa dipisahkan meskipun secara teoritis bisa dibedakan.Agama besar selalu melahirkan tradisi besar, sementara tradisi budaya yang sudah mapan tidak mudah berubah dan digeser oleh agama.

Meski pada mulanya agama diyakini datang dari langit, ketika berkembang di bumi agama mesti menggunakan kendaraan, sarana, dan simbol budaya yang tumbuh di bumi manusia. Maka agama dan budaya pada urutannya menyatu dan kemudian melahirkan tradisi baru yang merupakan campuran antara tradisi lokal dan agama.

Orang meyakini,pada mulanya firman suci itu datang dari Tuhan, namun apa yang disebut firman Tuhan itu kemudian terekspresikan melalui wadah budaya, minimal wadah bahasa dan panggung kulturalnya. Agama Hindu sangat kental dengan budaya India. Agama Yahudi dan Nasrani yang semula lahir di wilayah Palestina saat ini sangat kental pengaruh budaya Barat.

Lalu Islam sangat diwarnai budaya Arab. Namun, dengan berkembangnya jumlah penduduk dunia dan mobilitas serta perpindahan penduduk berlangsung cepat dan masif, perjumpaan ajaran dan agama semakin bervariasi. Islam pun semakin berkembang di Barat, lalu Kristen juga menyebar ke Asia Tenggara.

Berbagai agama tadi mengalami akulturasi dengan tradisi lokal.Bahkan juga terjadi amalgamasi dan sinkretisasi, sehingga agama dan budaya sudah membaur bagaikan gula dan air di dalam gelas. Dalam sejarah selalu terjadi proses pembudayaan atau kulturalisasi agama, sehingga nilai-nilai dan ajaran fundamental agama adakalanya terkalahkan oleh elemen budaya.

Nilai positif dari proses ini,agama lalu menjadi akrab dan mudah diterima oleh masyarakat tanpa menimbulkan guncangan. Wilayah Nusantara yang semula menjadi pusat Hindu-Buddha secara dramatis sekarang menjadi kantong umat Islam terbesar di dunia.Tanpa proses adaptasi dan akulturasi Islam dengan budaya Hindu-Buddha yang telah mapan, tidak mungkin Islam akan berkembang secepat itu.

Ketika perkembangan agama, apa pun agamanya, sudah mengalami penyimpangan dan pendangkalan ajaran dasar agama, biasanya akan muncul pemikiran dan gerakan yang ingin mengembalikan pada ajarannya yang murni.

Karena itu, dalam komunitas agama akan selalu terdapat kelompok yang mempertahankan tradisi keagamaan yang telah mapan dan bercampur budaya, ada pula gerakan yang ingin mengembalikannya ke format aslinya. Ini terjadi dalam semua komunitas agama. Perbedaan orientasi ini tak jarang menimbulkan perpecahan dalam tubuh umat yang sama.

Namun, perlu dicatat bahwa istilah ”tradisi” juga digunakan untuk menggambarkan catatan pola hidup para nabi utusan Allah, berbeda dengan tradisi yang dimaksud di atas. Dalam Islam dikenal istilah Sunah Rasul yang mengandung konotasi tradisi kehidupan Rasulullah Muhammad yang justru menjadi acuan utama bagi umat Islam.

Karena itu, tradisi agama memiliki makna ganda.Tradisi perilaku Rasulullah yang justru menjadi model dan sumber inspirasi, dan tradisi budaya lokal yang tidak berakar pada ajaran Rasulullah. Ritual haji,salat,puasa bagi umat Islam yang telah berjalan ratusan tahun dijaga bisa juga disebut tradisi keagamaan, yang tentu saja berbeda dari tradisi lokal seperti ”selamatan” dengan membuat sesaji lalu disertai doa-doa yang ditemukan dalam ”agama adat”.

Ada lagi tradisi ritual pernikahan yang bercampur antara unsur agama dan adat. Tradisi dalam bentuk kedua itulah yang kemudian dianggap sebagai akulturasi dan potensial menyimpang dari ajaran dasar agama. Memasuki abad-21 ketika jumlah penduduk dunia sudah mencapai enam miliar,perjumpaan umat beragama dan budaya berlangsung semakin intens dalam volume yang masif dan dinamis.

Migrasi umat beragama berlangsung lintas negara. Diaspora Muslim ke Eropa dan Amerika yang berasal dari negara-negara Muslim mengalami gegar budaya dan proses adaptasi yang alot. Mereka mesti beradaptasi dengan gaya hidup setempat, namun tidak mudah melepaskan tradisi keagamaan sebelumnya yang sudah melekat.

Perjumpaan dan benturan tradisi keagamaan ini bisa memperkaya kebudayaan yang ada yang bersifat sintetik,namun bisa juga menimbulkan ketegangan dan konflik antartradisi dan ideologi keagamaan. Tradisi agama ini pun telah menjadi bagian dari sebuah identitas bangsa dan menjadi festival kenegaraan serta menarik para turis.

Berbagai kritik bermunculan terhadap tradisi keagamaanyangdianggapkuno dan konsumtif.Namun, rasanya tidak mungkin hilang dari kehidupan masyarakat dunia.