Jujur Perlu Praktik, Bukan latihan

Jujur Perlu Praktik, Bukan latihan

Reporter: Jaenuddin Ishaq

Masjid Al-Jami’ah, UIN Online - Nilai  kejujuran sangatlah mahal, ia tidak seperti seseorang yang ingin bisa mengendarai mobil lalu latihan, tapi jujur perlu pembiasaan dan praktek. Orang pintar mudah dicari, tapi pintar plus jujur susah dicari.

“Mencari orang pintar gampang kita temui, tapi mencari orang pintar plus jujur agak susah dicari,” kata Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) Prof Dr Abuddin Nata saat ceramah Zuhur ramadhan bertema Puasa dan Kejujuran di Masjid Al-Jami’ah, Rabu (9/9).

Ia menceritakan, pada masa khalifah Umar ibn Khatab ada seorang budak anak gembala yang sedang megembala kambing majikannya dan Umar berniat ingin membelinya. Tapi karena takut kepada Allah SWT, pegembala tidak menjualnya. “Padahal kalau mau, dia bisa melakukan kecurangan,” jelas Abuddin. Hingga akhirnya, Umar mengangkatnya menjadi orang yang merdeka karena nilai kejujuran.

“Masalahnya, saat ini masih adakah orang yang jujur,” tanya Abuddin kepada jamaah.

Karena itu, momentum puasa tidak hanya menahan dari nafsu makan dan minum tapi juga untuk sarana pembersihan hati dari sifat seperti ketidakjujuran.  Abuddin menyebutkan, ciri orang jujur yaitu tidak takut dengan kematian dan tidak malu jika rahasianya diceritakan.