Jadikan al-Qur’an sebagai Kompas Kehidupan

Jadikan al-Qur’an sebagai Kompas Kehidupan

Bogor, BERITA UIN Online – Ketua Program Doktor Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta Didin Saepuddin Buchori mengajak seluruh umat Islam agar menjadikan al-Qur’an sebagai kompas kehidupan dalam segala aspek, baik ekonomi, politik, sosial-budaya, pendidikan, dan aktivitas kemasyarakatan. Hal itu sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW yang artinya, “Aku tinggalkan dua perkara yang kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul”.

Demikian dikatakan Didin dalam pesan khutbahnya pada shalat Idul Fitri 1439 H di Lapangan Astrid Kebun Raya Bogor, tak jauh dari Istana Negara Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/6/2018). Shalat Idul Fitri selain dihadiri Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, juga Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin serta sejumlah warga sekitar.

Didin mengatakan, dalam aspek ekonomi, al-Qur’an mengajarkan bahwa aset ekonomi tidak boleh hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja, sementara lingkungan sekeliling yang dipenuhi orang-orang miskin tidak diberi akses sama sekali. Hal ini tentu saja akan menyebabkan kesenjangan yang makin lebar antara si kaya dan si miskin.

“Dalam beberapa kasus, akibat kesenjangan yang makin menganga ini bisa menimbulkan revolusi sosial yang harus dibayar mahal,” tandasnya.

Al-Qur’an juga mengajarkan kejujuran dalam bertransaksi perdagangan. Dilarang berbuat curang dengan mengurangi timbangan, dilarang menjual barang dengan cara menipu, diharamkan menimbun barang dengan maksud menaikkan harga, dan dilaknat menjalankan roda bisnis dengan cara bathil.

Sementara dalam aspek politik, lanjut Didin, al-Qur’an mengajarkan bahwa kekuasaan itu dipergilirkan di antara manusia. Kekuasaan wajib memberlakukan keadilan, karena keadilan mendekatkan jarak dengan predikat taqwa (i’dilu huwa aqrabu littaqwa). Adil bahkan harus diperlihatkan kepada siapa pun tanpa pandang bulu; dia kawan atau lawan, dia dicintai atau dibenci.

Dalam aspek sosial, katanya, al-Qur’an mengajarkan wajibnya kaum Muslimin memperhatikan kaum faqir, miskin, orang-orang teraniaya, dan orang-orang tak berdaya. Kalau diperhatikan, semua ayat al-Qur’an sungguh menarik. Dari sekian ribu ayat yang tercantum isinya ternyata banyak yang menjelaskan aspek sosial, aspek muamalah. Seorang ulama bahkan membandingkan satu ayat ibadah berbanding 100 ayat muamalah.

Muamalah artinya ibadah yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia seperti mewujudkan kesejahteraan masyarakat, membangun peradaban, menegakkan keadilan, memajukan ekonomi, membangun tatanan masyarakat madani, memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, menggerakkan masyarakat berkecukupan untuk mengangkat harkat orang-orang miskin, memberi makan yang kelaparan, memberi minum yang kehausan, memberi pakaian kepada yang telanjang, membela hak orang-orang yang ditindas. Karena itu di bulan Ramadhan banyak sekali anjuran memberi kepada yg tidak punya. Memberi makan berbuka kepada yang berpuasa mendapat pahala puasa.

“Kaum Muslimin harus menjadi orang saleh sekaligus muslih, artinya orang yang mengubah orang lain menjadi saleh. Kita juga, harus hadin, artinya yang mendapat petunjuk sekaligus muhtadin, yang menunjukkan kebaikan kepada orang lain,” jelas Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora itu.

Pada bagian lain ceramahnya, Didin juga mengajak agar umat Islam hidup rukun dan damai di tengah masyarakat. Menurut dia, al-Qur’an mendorong kaum Muslimin untuk hidup di tengah masyarakat secara tentram dan menentramkan, damai dan mendamaikan, santun dan toleran di tengah kemajemukan, karena Islam adalah agama rahmat bagi seluruh kehidupan alam semesta.

Islam mengutuk keras segala bentuk kekerasan dan kekejaman baik kekerasan yang bersifat individual maupun kekejaman yang bersifat kolektif atas dasar kebencian ideologis, seperti terorisme. Modus para pelaku terorisme sekarang sudah berubah. Kalau dahulu mereka hanya melibatkan satu atau dua pelaku berjenis kelamin laki-laki, sekarang modusnya menjadi satu keluarga yang terdiri atas kepala keluarga sebagai pelaku utama, istrinya dan anak-anaknya yang masih di bawah umur. Anak-anak didoktrin keras agar siap mati bunuh diri, merobek isi perutnya dengan bom yang dibawanya demi tujuan ideologis orang tuanya.

Oleh karena itu, Didin berharap keimanan dan ketaqwaan yang telah ditempa di bulan Ramadhan yang lalu dijaga dan pelihara agar derajatnya tidak menurun atau meluncur. Bila iman menurun amat sangat disayangkan, karena lapar dan dahaga selama sebulan berpuasa tidak memberi efek positif bagi kondisi iman itu sendiri.

“Iman kita seharusnya makin meningkat, menebal dan menghunjam dalam dada,” ujarnya. (ns)