Islam Mazhab Indonesia

Islam Mazhab Indonesia

Sejak gelombang demokratisasi merambah ke dunia Islam, perkembangan Islam Indonesia lalu mencuat menjadi sorotan dan objek kajian di berbagai forum internasional.

Dosen-dosen muda di lingkungan perguruan tinggi Islam, semacam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN), banyak yang kemudian memperoleh tawaran beasiswa studi ke perguruan tinggi Barat untuk meraihprogrammasterdandoktor di bidang ilmu sosial yang berkaitan dengan dinamika sosial keagamaan di Indonesia. Oleh para pemerhati ilmu sosial, Indonesia merupakan laboratorium eksperimentasi Islam dan demokrasi yang selama ini keduanya dianggap tidak kompatibel.

Mereka heran dan kagum atas eksperimentasi dan kemajuan demokratisasi di Indonesia yang merupakan kantong umat Islam terbesar di dunia, tanpa harus melakukan sekularisasi dengan senjata seperti yang dilakukan Kemal Ataturk di Turki.Ormas keagamaan dan parpol berbasis keagamaan justru menjadi motor demokratisasi di Indonesia. Sekarang tren serupa juga muncul di negara- negaraTimurTengah.

Peran Islam dalam konteks keindonesiaan sesungguhnya sudah lama menjadi kajian sekelompok sarjana dan intelektual Indonesia. Terutama mereka yang memiliki latar belakang santri dan mendalami teori-teori ilmu sosial. Forum ini menyelenggarakan pertemuan setiap tahun dalam wadah Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) yang saat ini sudah masuk tahun ke-11.

Pada 10-13 Oktober 2011, ACIS melaksanakan konferensi bertempat di Bangka Belitung dengan tema “Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk Membangun Karakter Bangsa”  yang difasilitasi oleh Kementerian Agama. Pada forum tersebut hadir para pemakalah dari dalam dan luar negeri antara lain dari Mesir, Amerika Serikat, Malaysia, dan Yordania, menyajikan sekitar 345 makalah dengan jumlah peserta yang hadir tidak kurang dari 600 orang.

Kalau sekitar 20 tahun lalu penulisan Islam Indonesia mayoritas dilakukan oleh sarjana asing, sekarang sudah banyak sarjana muslim Indonesia yang menulis tentang Indonesia ke dalam bahasa asing, sehingga menampilkan konten dan nuansa yang sangat berbeda. Ketika seorang santri yang juga doktor ilmu sosial menulis tentang pesantren misalnya tentu lebih mampu menyajikan data dan pengalaman otentik ketimbang peneliti asing yang melakukannya.

Begitu pun penulisan dalam bidang lain.Hasil pengamatan sarjana asing dan sarjana dalam negeri tentu saling melengkapi. Bahkan ada di antara mereka yang melakukan riset bersama untuk diterbitkan dalam jurnal internasional. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, Islam Indonesia memiliki mazhab tersendiri yang berbeda dari tradisi Islam di Timur Tengah.

Baik dalam pemikiran politik, fikih, hubungan sosial, maupun pendidikan, pemahaman dan pemikiran Islam yang tumbuh di Indonesia punya warna dan karakter. Yang paling fenomenal adalah inovasi dan gaya busana muslimah Indonesia yang menjadi tren dunia Islam lain. Dari aspek politik, Indonesia sejak awal berbentuk republik dan negara bangsa,bukan kerajaan dan kesultanan, sangat berpengaruh pada partisipasi rakyat dalam gerakan sosial.

Di Indonesia keragaman agama dan budaya memiliki tempat yang sama di depan hukum dan negara meskipun mayoritas rakyatnya beragama Islam. Ini jelas berbeda dari Arab Saudi, tempat kelahiran Islam, yang berbentuk kerajaan. Pola hidup penduduk bangsa maritim yang juga memiliki wilayah pertanian subur tentu berbeda dari gaya hidup penduduk padang pasir. Di Arab Saudi sampai hari ini wanita dilarang mengemudikan mobil.

Sedangkan di Indonesia bahkan ada wanita yang menjadi pilot pesawat terbang. Karier ini pasti berimplikasi pada fikih maritim dan fikih udara Bagaimana tata cara salat bagi para pelaut dan pekerja udara tentu memerlukan fikih baru yang belum terpikirkan oleh ulama-ulama klasik yang tinggal di wilayah sahara dan savana.

Demikianlah setiap agama selalu tumbuh berkembang bersama tradisi dan kondisi geografis daerah setempat.Terjadi proses tawar-menawar antara ajaran agama dan budaya pemeluk. Meski agama diyakini datang dari Tuhan Yang Maha-Absolut, akhirnya agama  berkembang di tangan pemeluknya yang juga makhluk budaya yang demikian beragam.

Karena itu, tidak berlebihan jika Islam Indonesia akan melahirkan sebuah mazhab baru yang memperkaya warna Islam yang berkembang di Timur Tengah dan keberislaman yang berkembang di Barat yang posisinya sebagai minoritas. Tanpa banyak publikasi para pemerhati ilmu sosial, Indonesia sungguh diuntungkan oleh semakin banyaknya sarjana muslim yang secara rasional-intelektual selalu melakukan riset dan kajian Islam Indonesia sebagaimana program tahunan ACIS ini.

Mereka adalah generasi baru kalangan santri yang tercerahkan dan memiliki alat intelektual yang cukup untuk ikut menjelaskan dinamika sosial keagamaan Indonesia pada dunia luar yang akhir-akhir ini diinterupsi oleh perilaku sekelompok ekstremis- radikalis yang melakukan bom bunuh diri dengan dalih jihad.

Untuk membicarakan dinamika sosial-politik Indonesia, rasanya tidak lengkap kalau tidak memasukkan variabel agama, khususnya Islam yang dipeluk oleh mayoritas warga bangsa. Memang sangat diperlukan sekelompok intelektual muslim yang bersikap independen, mengambil jarak dari perebutan kekuasaan dan politik, lalu memikirkan format dan arah Islam mazhab Indonesia ke depan.

Â