Inovasi Baru, UIN Jakarta Produksi Pupuk Kompos

Inovasi Baru, UIN Jakarta Produksi Pupuk Kompos

UIN Jakarta kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap masalah lingkungan. Kali ini, tak sekadar melalui seminar dan diskusi, melainkan melalui aksi nyata, yakni mengubah sampah yang terdapat di lingkungan kampus menjadi pupuk kompos yang bermanfaat bagi lingkungan dan bernilai ekonomi.

Pernahkah Anda menghitung berapakah  jumlah sampah yang dihasilkan UIN Jakarta setiap harinya? Sebagai lembaga pendidikan yang menampung ribuan mahasiswa tentu tak sedikit sampah yang dihasilkan tiap hari, baik sampah dari dedaunan, makanan minuman, hingga sampah kertas. Namun selama ini, penanganan sampah di kampus masih tradisional. Sampah-sampah tersebut belum dimanfaatkan menjadi barang bernilai ekonomi. Bertruk-truk sampah yang diangkut dari UIN Jakarta tiap harinya dibuang percuma begitu saja. Padahal, di balik sampah-sampah itu terdapat peluang ekonomi yang lumayan.

Peluang itulah yang ditangkap dengan sangat baik oleh dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Dr Elpawati Ir MP. Bersama tim dari Dharma Wanita UIN Jakarta, Elpa, demikian ia biasa disapa, memanfaatkan sampah tersebut untuk diubah menjadi pupuk kompos. Hasilnya kini pupuk-pupuk hasil produksinya itu banyak diminati masyarakat sekitar kampus.  “Awalnya  saya berpikir sayang banget itu sampah dibuang begitu saja. Dan bahkan, hal ini pun terpikirkan juga oleh teman-teman di Rektorat,” kata Elpa saat ditemui UIN Online di Rumah Pupuk Kompos, Komplek Dosen UIN Ciputat, Selasa (19/7).

Setelah mempunyai ide ingin memanfaatkan sampah menjadi pupuk kompos, Elpa pun mensosialiasikan ide tersebut ke taman-temannya di Dharma Wanita dalam berbagai kesempatan dari Bakti Sosial, pengajian ibu-ibu, arisan, seminar, hingga ke teman-teman dosen dan karyawan Rektorat. Setelah mereka setuju, Elpa mengajak mereka untuk memisahkan sampah organik dan non organik di setiap rumah. Ternyata mereka benar-benar mendukung dan mengikuti sarannya untuk memproduksi pupuk kompos di UIN Jakarta.

Elpa pun menyusun program pembuatan pupuk kompos atas nama Dharma Wanita. Kebetulan, saat itu di tahun 2009, ada mahasiswa yang tengah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di seputar kampus dan Kelurahan Pisangan. Elpa pun meminta bantuan mereka untuk membantu mempersiapkan sejumlah program seperti membuat lubang biopori, membuat tong sampah, menandai sampah organik dan non organik, dan pembuatan pupuk kompos. “Namun dari program yang dilakukan pada KKN 2009 itu, yang diteruskan hanya satu yaitu pembuatan pupuk kompos,” katanya.

Selain membantu mempersiapkan program-program itu, tutur Elpa, mahasiswa yang melakukan KKN juga membantu membuatkan konsep rumah kompos dan membuatkan proposal kerjasama dengan Bank BRI. Tak lama setelah diajukan, Bank BRI pun memberikan dana sebesar Rp 44.560.000. Selain itu UIN Jakarta juga member tambahan dana sebesar Rp 5 juta.

“Dana tersebut kami gunakan untuk pembuatan rumah kompos, biaya pegawai, serta membeli peralatannya seperti dua buah mesin pencacah sampah, mesin jahit, timbangan, cangkul, plastik, fermentasi E4 atau penghancur sampah dan kotoran sapi untuk produk awal,” kata Elpa.

Setelah semua siap, produksi pupuk kompos dimulai. Tak disangka, ternyata saat pertama kali produksi respon dari kampus dan warga komplek dosen dan sekitarnya sangat baik. Hal itu karena hasil produksi pupuknya sangat bagus dan harga yang ditawarkan terjangkau. Seiring kegiatan produksi, sosialisasi masyarakat sekitar kampus pun dilakukan. Berkat promosi itu, dalam waktu relatif singkat, permintaan pun terus mengalir.

Pupuk kompos yang diproduksi UIN Jakarta dibandrol dengan harga Rp 10 ribu untuk ukuran 5 kg dan Rp 30 ribu untuk ukuran 18 kg. “Harga ini termasuk murah bila dibanding dengan yang dijajakan di luar. Kami menjual murah sebagai perkenalan terlebih dahulu, agar mereka tahu bahwa pupuk yang kami diproduksi berkualitas sangat bagus dan cocok untuk semua tanaman yang ada di pekarangan rumah,” tuturnya dengan nada berpromosi.

Pupuk kompos produksi UIN Jakarta termasuk dalam kategori pupuk yang bagus. Sebab, pupuk itu dibuat dengan perbandingan antara sampah organik dengan bahan lain yang cukup sepadan. Elpa menuturkan, biasanya dalam memproduksi pupuk kompos, perbandingan komposisinya yaitu sampah organik sebanyak 47,5  persen, sekam bakar 10 persen, kotoran sampai 40 persen, dan dedak 2,5 persen. Dengan kombinasi tersebut, pupuk yang dihasilkan Dharma Wanita sangat bagus dan dapat membuat tanaman tumbuh dengan subur.

Kini Elpa terus berusaha meningkatkan kualitas hasil produksinya. Sementara ini, pihaknya baru bisa memproduksi tiga ton per dua minggu. Sebab, skala produksinya masih terfokus untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga UIN Jakarta, seperti kebutuhan untuk kampus I dan II, warga komplek dosen dan  sekolah.

Menurut Elpa, peluang memasarkan pupuk secara lebih luas sangat terbuka. Jika produksinya sudah meningkat, permintaan sangat besar.  “Sebenarnya ada perusahaan pupuk BUMN yang mau kerjasama dengan kita. Ketentuannya kita yang memproduksi dan perusahaan itu yang menjual. Syaratnya wajib 5 persen organik. Kemudian ada juga perusahaan perkebunan skala besar yang meminta kerjasama, ketentuannya pencacahan sampahnya 3 cm,” jelasnya.

Namun, hingga kini, Elpa mengaku, masih banyak kendala. Salah satunya, pasokan sampah organik dari kampus dan masyarakat masih sedikit. Di samping itu, masyarakat sekitar kampus pun belum ada kesadaran untuk memilah sampah organik dan non organik.  Elpa mengusulkan perlu adanya pelatihan kepada seluruh lapisan masyarakat sekitar agar mengerti dan mau memilah sampah organik dan non organik, baik rumah tangga, usaha-usaha makanan, perkantoran, pasar tradisional, dan pasar modern, serta penyediaan tong sampah di rumah-rumah minimal dua buah sampah yaitu organik dan non organik.

“Kedepan kami ingin pupuk kompos produksi UIN Jakarta tak cuma pupuk organik saja, tetapi  ingin terus berinovasi seperti bahan dasar yang biasa sampah organik nanti ke depannya akan kita buat pupuk organik bahan dasar pakis, hanya saja saat ini kendalanya, pakisnya masih  sulit,” ujarnya. [] Hamzah Farihin

 

 

Â