Indonesia Kekuatan Penengah

Indonesia Kekuatan Penengah

Oleh : Prof Dr Azyumardi Azra

Kunjungan Menlu AS, Hillary Clinton, ke Indonesia pada pekan ketiga Februari 2009 ini memiliki makna tersendiri. Kunjungan itu menunjukkan, Indonesia merupakan salah satu negara penting di Asia yang tidak bisa dilewatkan, apalagi diabaikan begitu saja. Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia merupakan negara-negara yang dikunjungi Hillary Clinton dalam kunjungan resmi pertamanya ke luar negeri. Ini berbeda dengan kunjungan pertama menlu-menlu AS sebelumnya yang lebih memprioritaskan negara-negara tetangga AS sendiri, seperti Kanada dan Meksiko atau negara-negara Eropa Barat.

Seperti sudah bisa diduga sebelumnya, kunjungan Hillary Clinton ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan lebih banyak terkait dengan usaha-usaha Pemerintahan Presiden Obama untuk secara bersama-sama mengatasi krisis ekonomi global yang belum teratasi. Ketiga negara Asia Timur ini merupakan kekuatan ekonomi terkemuka di bumi. Indonesia tentu saja juga merupakan kekuatan ekonomi yang tidak bisa diabaikan; Indonesia memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan sekaligus satu-satunya negara Asia Tenggara yang termasuk ke G-20.

Tetapi, lebih daripada itu Indonesia juga adalah negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan AS yang sekaligus merupakan negara berpenduduk Muslim terbanyak di Dunia Muslim. Dalam konteks ini, Indonesia memiliki posisi internasional khusus yang sekali lagi tidak bisa diabaikan pihak-pihak internasional manapun. Karena itu, tidak heran kalau Indonesia diharapkan banyak kalangan internasional dapat memainkan peran lebih besar, membantu penyelesaian berbagai konflik, khususnya antara Israel dan Palestina.

Harapan semacam itu pernah juga disampaikan Menteri Negara untuk Urusan Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris, Bill Rammel, dalam seminar yang diselenggarakan Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Jakarta 10 Februari lalu. Menurut Rammel, Inggris berharap Indonesia dapat memainkan peran besar dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina sebagai sebuah kekuatan penengah di antara negara-negara Barat dan Timur Tengah. ''Kami percaya Indonesia dapat memainkan peran tersebut dengan menggunakan pengaruhnya dalam Organisasi Konferensi Islam, meyakinkan mereka untuk menampilkan sikap persatuan dalam keragaman, toleransi, dan kesediaan untuk mencapai kompromi,'' ujarnya.

Harapan agar Indonesia dapat memainkan peran lebih besar itu juga terungkap dalam pertemuan Wakil Presiden, M Jusuf Kalla, dalam kunjungannya ke Amerika Serikat, Belgia, dan Belanda pada awal Februari lalu. ''Hampir semua negara meminta Indonesia memainkan peran penting dalam usaha perdamaian di Timur Tengah dan dalam memperbaiki hubungan negara-negara Islam dengan Barat. Empat negara yang saya kunjungi, semua menaruh harapan besar kepada Indonesia agar berperan lebih besar lagi untuk menjembatani proses perdamaian. AS merasa sendiri. Indonesia yang berpenduduk Muslim terbesar diharapkan berperan lebih penting lagi,'' ujar Wapres Jusuf Kalla.

Bahkan, Wapres AS, Joe Biden, dalam pertemuannya dengan Wapres Jusuf Kalla di Gedung Putih, Washington DC, secara khusus meminta proposal kepada Indonesia mengenai penyelesaian konflik Palestina-Israel. Hal yang sama juga disampaikan Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende. Ia meminta Indonesia dapat berperan lebih aktif lagi dan mempelopori peningkatan hubungan lebih baik antara negara-negara Islam dan Barat.

Bahwa Indonesia memiliki potensi besar dan leverage yang kuat untuk memainkan peran itu, tidaklah perlu diragukan lagi. Saya sering berargumen, berbeda dengan banyak negara lain, khususnya di Timur Tengah, Indonesia berada dalam posisi yang relatif kuat vis-a-vis AS dan negara Barat lainnya. Indonesia tidak memiliki ketergantungan apa-apa kepada AS dan negara-negara Barat, baik secara ekonomi maupun politik. Ini berbeda dengan kebanyakan negara-negara Timur Tengah yang tergantung, apakah secara ekonomi atau pertahanan pada AS. Hasilnya, mereka bukan tidak dapat bersikap tegas kepada AS, melainkan juga membuat mereka kehilangan leverage-nya di mata banyak bangsa Palestina.

Dengan begitu, Indonesia memiliki moral and political leverage yang kuat vis-a-vis banyak negara Timur Tengah. Lagi pula, Indonesia tidak pernah terlibat ke dalam pusaran konflik yang selalu melanda negara-negara Arab. Dan, sebaliknya selalu memainkan peran sebagai mediasi, yang berusaha menengahi pertikaian-pertikaian yang seolah tidak ada ujung di antara negara-negara Arab. Di tengah realitas dan harapan banyak negara dunia tersebut, yang kini diperlukan Indonesia adalah sikap dan upaya lebih asertif untuk memainkan peran sebagai kekuatan intermediary dan sekaligus sebagai peace-maker. []

*Artikel ini pernah dimuat di resonansi Harian Republika, Kamis 19 Februari 2009

**Penulis adalah Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Â