Imigran Rohingya Terima Donasi STF UIN Jakarta

Imigran Rohingya Terima Donasi STF UIN Jakarta

Bangladesh, BERITA UIN Online— Para pengungsi Rohingya yang tinggal di kawasan pengungsian Cox Bazaar, Bangladesh, mulai menerima bantuan bahan makanan pokok yang disalurkan publik Indonesia melalui Social Trust Fund UIN Jakarta. Bahan makanan pokok yang diberikan masing-masing berupa beras, kacang-kacangan, minyak goreng, garam, dan kentang ini diterima 350 keluarga pengungsi Rohingya.

Direktur STF UIN Jakarta, Dr. Amelia Fauzia MA, kepada BERITA UIN Online, Jumat (08/12/2017) menuturkan, donasi publik tanah air yang disalurkan melalui STF UIN Jakarta telah berhasil didistribusikan kepada para pengungsi Rohingya, Kamis kemarin (7/12/2017). Setelah melalui proses pengiriman yang cukup panjang, donasi bahan pokok tersebut didistribusikan bagi total pengungsi yang diperkirakan tak kurang dari 2.450 jiwa.

“Alhamdulillah, setelah melalui proses pengiriman yang cukup panjang, donasi publik yang diamanahkan ke STF UIN Jakarta telah didistribusikan ke masyarakat sasaran. Mudah-mudahan ini bisa meringankan beban mereka,” ujarnya.

Bantuan publik tanah air, lanjut Amelia, diterima masing-masing keluarga pengungsi dengan rincian beras 5 kg, kacang-kacangan 1 kg, minyak goreng 1 kg, garam 1 kg, dan kentang 5 kg. Dengan total 350 keluarga pengungsi, maka total donasi yang disumbangkan publik tanah air melalui STF UIN Jakarta setara dengan 3,5 ton beras, 3,5 kuintal kacang-kacangan, 3,5 kuintal minyak goreng, 3,5 kuintal garam, dan 17,5 kuintal kentang.

Amelia menambahkan, program donasi yang disalurkan kali ini didistribusikan melalui kerjasama STF UIN Jakarta dengan Asian Muslim Action Network (AMAN) yang berbasis di Bangkok. Melalui organisasi AMAN yang dipimpin Prof. Dr. Azyumardi Azra MA CBE, guru besar dan Rektor UIN Jakarta (1998-2006), donasi disalurkan bagi pengungsi Rohingya di berbagai kawasan luar Myanmar, termasuk Bangladesh.

Selain dengan AMAN, donasi publik tanah air yang dititipkan ke STF UIN Jakarta didistribusikan dengan Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM). Dalam catatan BERITA UIN Online, tak kurang dari Rp331.534.500,- dana yang dititipkan publik ke STF UIN Jakarta untuk selanjutnya didonasikan bagi warga terdampak krisis Myanmar, terutama masyarakat di Rakhine State.

Dana bantuan yang terkumpul dibawah AKIM sendiri didistribusikan di bawah pengawasan Kementerian Luar Negeri RI dan Palang Merah Internasional guna menjamin transparansi. Penggunaan dana kemanusiaan diatur sesuai kebutuhan baik jangka pendek yang bersifat mendesak dan darurat seperti bantuan beras, makanan, pakaian dan obat obatan maupun program program jangka panjang seperti pembagunan gedung sekolah, perpustakaan dan pembangunan rumah sakit.

“Sebagian bantuan yang diamanahkan ke STF UIN Jakarta, kami salurkan langsung ke pengungsi Rohingya di Bangladesh. Sebagian besar tetap akan digunakan untuk program development di Rakhine State, khususnya untuk sekolah dan bangunan perpustakaan,” papar dosen Fakultas Adab dan Humaniora ini.

Diketahui, konflik sosial yang berlangsung di Myanmar membuat etnik Rohingya mengalami tekanan sehingga tidak sedikit yang mengungsi ke negara-negara sekitar. Mengutip informasi UNHCR seperti dikutip Kantor Berita ANTARA (Jumat, 8 Desember 2017), pengungsi Rohingya masih terus mengalir dari Myanmar ke Bangladesh meski jumlahnya terus berkurang. Sebanyak 625.000 orang tiba sejak 25 Agustus, 30.000 datang bulan lalu dan sekitar 1.500 lainnya sampai di Bangladesh pekan lalu, kata UNHCR.

Wakil Komisioner Tinggi UNHCR, Kelly Clements, mengungkapkan bahwa keadaan darurat menyangkut pengungsi di Bangladesh merupakan krisis pengungsi di dunia yang paling cepat meningkat. Kondisi di dalam negeri Myanmar, terutama Rakhine State, membuat etnik ini mengungsi ke negara-negara yang relatif aman.

“Sebagian besar (pengungsi Rohingya, red) tidak memiliki apa-apa atau hanya sedikit untuk membuat mereka mau kembali. Rumah-rumah dan desa mereka sudah hancur. Perpecahan yang mendalam di antara masyarakat masih belum tertangani dan akses kemanusiaan masih tidak memadai,” papar Kelly. (farah nh/yuni nk/zm/ANTARA)