Gulam Gumilar, Dokter Termuda Lulusan FKIK

Gulam Gumilar, Dokter Termuda Lulusan FKIK

[caption id="attachment_17381" align="alignleft" width="300"] dr Gulam Gumilar (Foto: Hermanuddin)[/caption]

Auditorium, BERITA UIN Online – Ada yang berbeda pada acara Sumpah Dokter ke-21 lulusan Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta di Auditorium Harun Nasution, Kamis (13/4/2017). Di antara 64 dokter baru yang diambil sumpah setelah menyelesaikan ujian komptensi, satu di antaranya merupakan dokter termuda, yakni dr Gulam Gumilar.

Saat diwisuda sebagai sarjana dokter pada Februari 2017 yang lalu, putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan Prof Dr Sarjana dan Arina Nurfinahari MKes tersebut berusia 20 tahun. Sedangkan teman-teman seangkatannya rata-rata berusia di atas 20 tahun.

Menurut Sarjana yang juga Wakil Dekan Bidang Akademik FKIK UIN Jakarta itu, Gulam termasuk anak yang cerdas. Semasa sekolah, sejak SD hingga SMA, nilai Gulam selalu tinggi. Karena itu tak heran jika ia mengikuti program percepatan studi (akselerasi).

“Ya saya sebagai orangtua ikut bangga saja. Alhamdulillah putra saya (Gulam Gumilar, Red)  mampu menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan cepat,” ujarnya.

Gulan sendiri menceritakan. Saat duduk di bangku SD, ia hanya menempuh pendidikan selama lima tahun dari seharusnya rata-rata enam tahun. Begitu pula saat duduk di bangku SMP dan SMA, ia mampu selesaikan pendidikannya masing-masing selama dua tahun.

“Kalau di PSPD FKIK UIN Jakarta, saya selesaikan sekitar lima setengah tahun,” kata pria berbadan bongsor itu.

Skirpsi Gulam berjudul Model Penatalaksanaan Penyakit Tropoblas Ganas di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Tahun 2016-2013. Dalam skripsi itu ia menelisik mengenai gejala troboblas yang kerap terjadi pada wanita dalam kandungannya. Jika penyakit itu sudah ganas, sebutnya, hampir dipastikan bahwa si wanita tidak mungkin lagi bisa hamil.

Gulam mengaku hampir tidak ada kesulitan selama belajar. Bahkan ia sendiri tak menggunakan tips khusus untuk menyelesaikan studinya itu dengan cepat.

“Saya belajar biasa saja seperti yang lain,” ujar Gulam, yang lahir di Sleman, Yogyakarta, 21 Mei 1996, itu merendah.

Meski saat kuliah hingga menjadi sarjana dokter tidak termasuk sebagai lulusan terbaik, Gulam tetap bersyukur dengan apa yang sudah dicapainya selama ini. Bahkan selepas menjadi sarjana dokter, ia berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya dengan mengambil dokter spesialis.

“Saya ingin mengambil dokter spesialis obstetri dan ginekologi (SpOG) atau kandungan dan kebidanan,” terangnya. (ns)