CSRC Launching Program Pesantren For Peace

CSRC Launching Program Pesantren For Peace

Hotel Ambhara, BERITA UIN Online-- Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta dan Konrad Adenaeur Stiftung (KAS) serta dukungan dari Uni Eropa, me-launching “Pesantren for Peace (PFP), yang bertema “A Project Supporting the Role of Indonesian Islamic Schools to Promote Human Rights and Peaceful Conflict Resulotion”. Acara ini dilaksankan di Hotel Ambhara, Selasa (30/6/2015). Program ini bertujuan turut mendorong dan mendukung peran pesantren dalam mempromosikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan penyelesaian konflik secara damai.

Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA, yang hadir dan memberikan sambutan mengatakan sangat apresiasi kegiatan ini, beliau berharap akan menghasilkan ide, gagasan serta terobosan baru dalam penyebaran ajaran Islam dan menanamkan mental yang Islami. Rektor pun sedikit mereview bagaimana proses Islam masuk ke nusantara dan asal muasal berdirinya pondok Pesantren di Indonesia.

“Dahulu, pesantren menjadi tonggak awal pendidikan Islam di Indonesia. Namun sekarang, justru pesantren selalu di curigai sebagai sarang teroris, muara gerakan radikalisme, serta anggapan dan tuduhan lain yang tidak sesuai dengan kenyataan.” papar Dede.

Ia menambahkan, program ini mampu memfasilitasi guru-guru di pesantren untuk dapat membuktikan kepada masyarakat bahwa, pesantren bukanlah sarang teroris, tempat mengajarkan kekerasan dan anggapan buruk lainnya.

“Saya berharap dengan program ini, mampu mendidik bagaimana para guru di Pesantren berjalan beriringan dengan masyarakat luas, sehingga semua anggapan buruk tentang pesantren dapat dihapuskan, maka dengan sendirinya akan terungkap bahwa pesantren merupakan muara dari perdamaian, toleransi dan penghormatan HAM,” ujarnya.

Hadir dalam acara tersebut direktur Konrad Adenaeur Stiftung (KAS) Indonesia dan Timor Leste Dr Jan Woischnik. Dalam sambutannya, Jan Woischnik memaparkan tentang (KAS.red), mulai dengan tahun berdirinya hingga hubungan bilateral yang telah dibangun dengan negara-negara lain. Termasuk kerja sama yang dibangun dengan CSRC sejak 2002. Kerja sama ini meliputi seminar, workshop, pelatihan, penelitian dan pembuatan buku. Dalam acara ini ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah menjalin kerjasama, termasuk Uni Eropa.

Dalam ksempatan ini, Direktur CSRC Irfan Abu Bakar menyampaikan latar belakang, tujuan dan pencapaian serta hasil dari PFP ini.

“Keadaan umat Islam di Indonesia yang berfikir moderat, tentunya tidak akan membuat bangsa Indonesia mengalami hal yang sama seperti yang terjadi di negara Islam lainnya. Sebagai contoh, Timur tengah yang sampai saat ini masih sering terjadi konflik. Maraknya stigma negatif di kalangan masyarakat tentang pesantren menjadi salah satu alasan program ini diadakan, kita ingin mengatakan pesantren bukanlah sarang teroris, bukan sumber konflik komunal keagamaan, bukan muara dari gerakan radikalisme. Justru Pesantrenlah sumber dari perdamaian, toleransi dan penghormatan kepada kaum minoritas”, tandas Irfan.

Ia menambahkan, program ini kami mulai dengan need assessment di 5 Provinsi, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Berdasarkan hasil need assessment inilah kami merancang program yang melibatkan banyak pesantren di 5 Provinsi tersebut. Kita melibatkan 600 Ustad dan 300 Santri, yang nantinya mereka akan menjadi panjang tangan dari program ini. Sebagai sarana komunikasi kita meluncurkan website www.pesantrenforpeace.com, dan juga handbook produk yang lahir dari para ustad yang telah bekerja keras bersama kami. Akhir dari program ini kita ingin membentuk jaringan pesantren for peace dengan media massa salah satu alatnya.

Dari elemen pemerintah, hadir dalam acara ini Menteri Agama yang diwakili oleh Dirjen Pendidikan Islam (PENDIS) Prof Kamarudin Amin menyatakan, sangat mendukung terhadap program ini. Universitas Islam Negeri (UIN) selalu konsisten dan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam melalui jalan damai. Program ini menjadi menarik karena menjadikan pesantren sebagai ikon perdamaian di tengah stigma buruk terhadap pesantren.

Ia menegaskan, kita harus mengetahui dan memahami bagaimana ajaran Islam dibawa masuk ke nusantara, penuh dengan keramahtamahan dan perdamaian. Pendekatan budaya menjadi salah satu metode penyebaran agama Islam, perdamaian dan toleransi menjadi acuan dalam pencapaian maksud dan tujuan.

Oleh karena itu, ketika ada yang mengatakan pesantren sebagai sarang teroris, regenerasi teroris dan mengajarkan anarkisme, berarti ia tidak paham dengan kehidupan di dalam pesantren. Dalam jangka waktu ke depan, kami berharap semoga pesantren bisa menjadi tempat menyebarkan Islam Nusantara yang penuh dengan kedamaian dan toleransi, tandas Komarudin. (Tutur A Mustofa/Luthfy R Fikri)